laporan BSLT

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis rendah. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung memengaruhi kehidupannya. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing tersebut bersifat toksik. Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan coba sebagai uji pra skrining senyawa bioaktif antikanker

Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa antikanker. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan terlebih

dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine ShrimpLethality Test (BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach sebagai hewan uji. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman.

Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat. Bentuk ekstrak dipilih dengan harapan akan didapatkan kandungan senyawa aktif yang ada dalam tanaman talas.

  1. Maksud Percobaan

Maksud percobaan ini adalah untuk mengetahui dan menentukan efek toksisitas dari ektrak etanol daun talas (Colocasia esculenta) terhadap hevan coba larva udang Artemia salina leach

  1. Tujuan Percobaan

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan toksisitas ekstrak etanol talas (Colocasia esculenta) dengan menggunakan metode BSLT dan menentukan kandungan senyawa tanaman talas (Colocasia esculenta).

  1. Prinsip Percobaan

Penentuan efek toksisitas suatu senyawa bahan alam terhadap larva udang (Artemia Salina L) dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dimana dimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia Salina L) ke dalam vial yang telah berisi ekstrak etanol talas (Colocasia esculenta) dan air laut dengan konsentrasi masing – masing 1, 10, 100, dan         1000 µg. Kemudian diberikan 1 tetes ekstrak ragi sebagai sumber nutrisi. Vial-vial tersebut disimpan ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan dengan melihat banyaknya jumlah larva udang (Artemia Salina L) yang mati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Teori Umum

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola dosis facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus) (Tjay, 2002).

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik (Ganiswarna, 1995).

Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer ultraviolet/ infrared, dan polarograf tidak dapat dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek suatu standar internasional (Tjay, 2002).

Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat (Kee, 1996).

Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya : (Mustchler, 1991)

  1. Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik.
  2. Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala keracunan.

Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun, menyebabkan toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih penting lagi mempelajari keamanan setiap zat kimia yang dapat masuk ke dalam tubuh. Zat-zat kimia itu disebut xenobiotik (xeno = asing). Setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas (Ganiswarna, 1995).

Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksisnya pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia (Gunawan, 2007).

Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang dari Artemia Salina Leach (Brine Shrimp Lethality Test). Metode ini sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Meyer, 1982).

Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC50 kurang dari 1000 μg/mL (ppm). LC50 (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian pada 50 % hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach. Pengujian terhadap ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) menunjukkan harga LC50 sebesar 137,465 µg/mL atau ppm. Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh dapat dikatakan ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) pada percobaan ini bersifat toksik terhadap Artemia salina Leach sehingga memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach. Penelitian Meyer (1982), melaporkan bahwa suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 dari ekstrak metanol yang lebih kecil dari 1000 ppm menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai sebagai antikanker. Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach atau Brine Shrimp Lethallity Test (BSLT) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik (Meyer, 1982).

Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50) atau Median Lathal Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air. Kematian pada hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk memperkirakan dosis kematian pada manusia (Cassaret, 1975).

  1. Uraian Bahan
  2. Ekstrak ragi (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi                    : Ekstrak ragi

Sinonim                          : Sari ragi

Pemerian                        : Kuning kemerahan sampai coklat, bau khas tidak busuk

Kelarutan                        : Larut dalam air, membentuk larutan kuning sampai coklat, bereaksi asam lemah

Penyimpanan                  : Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan                        : Sebagai sumber makanan Artemia salina

  1. Etanol (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi                      : AETHANOLUM

Nama Lain                         : Etanol, etil alkohol

Rumus molekul                 : CH5OH

Pemerian                            : Cairan tidak berwarna, jernih, dan mudah menguap, bau khas, rasa panas mudah terbakar dan memberikan nyala biru.

Kelarutan                           : Sangat mudah larut dalam air, dan eter serta dalam kloroform.

Penyimpanan                    : dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari

Kegunaan                          : Sebagai Pelarut

  1. Air Suling (Ditjen POM,1979)

Nama resmi                     : Aqua destillata

Sinonim                           : Air suling, aquadest

RM/BM                             : H2O / 18,02

Rumus bangun              : H-O-H

Pemerian                         : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan                 : Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan                       : Sebagai pelarut

  1. air Laut ( Pramayudi, 2009)

Komposisi :

 

Rata-rata konsentrasi garam-garam terlarut di air laut berkisar 3.5%, namun konsentrasi tersebut tergantung pada lokasi dan laju evaporasi

Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion pada air laut (Brown et al 1989)
Ion Parts per thousand by weight
Chloride, Cl- 18.98
Sodium, Na+ 10.556
Sulphate, SO42- 2.649
Magnesium, Mg2+ 1.272
Calcium, Ca2+ 0.400
Potassium, K+ 0.380
Bicarbonate, HCO3- 0.140
Bromide, Br- 0.065
Borate, H2BO3- 0.026
Srontium, Sr2+ 0.013
Fluoride, F- 0.001

 

 

 

 

 

 

  1. Uraian Tanaman

1 Ekstrak Talas (Dalimarta,1999)

regnum                      : Plantae
Subregnum                : Tracheobionta
Division                      : Magnoliophyta
class                            : Liliopsida
Order                           : Arales
Famili                          : Araceae
Genus                         : Colocasia
Spesies                       : Colocasia esculenta Schott

                  2 Morfologi Talas (Steenis, 1975)

Talasan adalah tanaman herba monokotil tahunan. Kecuali spesies Amorphophallus, daun yang muncul dari tunas apikal komus berupa gulungan dengan tangkai daun panjang dan tegak yang menopang lembar daun yang lebar dan besar, berbentuk tameng. Tangkai daunnya lembut panjang padat berisi, tetapi memiliki banyak rongga udara yang memungkinkan tanaman beradaptasi terhadap kondisi tergenang. Sifat umum talasan adalah terdapatnya cairan getah menggigit yang ditemukan di seluruh jaringan.
Tinggi tanaman ini antara 0,5 – 1,5 m dan memiliki daun berjumlah 2 sampai dengan 5 helai. Daun merupakan daun lengkap, yaitu memiliki helaian daun, tangkai daun dan pelepah serta termasuk daun tunggal. Tangkai daun berwarna hijau, bergaris-garis tua dengan panjang 20 – 60 cm. Daun berbentuk perisai, berwarna hijau dan terkadang agak kekuning-kuningan. Pangkal daun berlekuk dan ujungnya meruncing. Ibu tulang daun daun besar dan dapat dibedakan dengan jelas dengan anak-anak tulang daun lainnya. Tepi daun rata, dengan pertulangan daun menjari dan tipe peruratan daun memata jala. Bagian bawah daun berlapis lilin, sedangkan bagian atas daun berwarna lebih cerah dari bagian bawahnya dan memiliki tekstur yang kasap. Batang sangat pendek, biasanya terbungkus oleh pelepah daun dan berbentuk umbi (bongkol) yang seringkali kita konsumsi. Batang berada di dalam tanah, berwarna coklat agak kehitaman dan terkadang diseliputi oleh bulu-bulu yang halus. Batang berbentuk bulat dan jarak antar ruas batang sangat sempit atau pendek. Arah tumbuh batang tegak, sehingga berdasarkan arah tumbuhnya cabang maka talas memiliki model arsitektur Chamberlain. Akar tanaman ini termasuk sistem perakaran serabut, dimana akar berasal atau tersusun atas sekelompok akar adventif yang terletak pada batang yang sangat pendek dan berbentuk filiformis.
Pada pengamatan kami, tidak ditemukan organ repoduktif seksualnya.

dsekripsi organ reproduktivum tanaman ini adalah sebagai berikut: tongkol 2-3, dai ketiak daun, tangkai 15-60 cm. Seludang 10-30 cm panjangnya, oleh suatu penyempitan melintang dibagi menjadi 2 yang tidak sama besarnya; bagian bawah hijau, menggulung, tetap tinggal; bagian atas lebih panjang, kuning oranye, rontok. Bagian tongkol betina hijau, tercampur dengan bunga yang berkembang tak sempurna dan berwarna mentega, 1-4,5 kali lk 1 cm; di atasnya menyempit, warna mentega, dengan hanya bunga steril, bagian jantan berwarna mentega, panjang 3-6,5 cm, dengan kepala sari bersatu dalam kelompok; bagian ujung telanjang, panjang 2-5 cm. Bunga yang tumbuh tidak sempurna berbentuk gada persegi 3-5. Buah buni hijau, diameter lk 0,5 cm. Biji berbentuk spul, beralur membujur .

  1. Kandungan Kimia dan Kegunaan (Siti h, 2010)

Umbi C. esculenta berkhasiat sebagai obat scrofula, radang kulit bernanah, psoriasis, tumor di rongga perut, berak darah, keseleo, ketombe, bisul, dan luka bakar. Sementara tangkai dan daunnya digunakan untuk pengobatan urticaria, diare, dan pembalut luka. Hal tersebut dikarenakan tanaman talas mengandung senyawa-senyawa polifenol dan saponin

Dalam jurnal penelitian disebutkan bahwa C. esculanta mengandung 6-C-glikosilflavonoid dan O-glikosilflavonoid, diantaranya schaftoside, isoschaftoside, orientin, isovitexin, isoorientin, vitexin dan  luteolin 7- O –sophoroside.  Dalam penelitian lain disebutkan pula kandungan daun talas diantaranya saponin, terpen, tanin, flavonoid, flobatanin, antraquinon, glikosida jantung, dan alkaloid. Kandungan tanin ini yang berkhasiat sebagai obat luka karena aktivitas hemostatiknya dengan cara mengendapkan protein sehingga membentuk gumpalan pada luka.

Tanin merupakan merupakan senyawa polifenol tanaman. Tanin secara luas digunakan untuk aplikasi di bidang pengobatan. Tanin mempunyai banyak aktivitas farmakologi antara lain sebagai hemostatik, pembalut luka bakar, antimikroba, antidiare, antiinflamsi, antikanker, antioksidan, atheroprotektif, dan, Aktivitas tanin sebagai hemostatik, yaitu menghentikan pendarahan dari pembuluh darah yang terluka. Tanin akan mengendapkan protein darah sehingga terjadi gumpalan yang dapat menghambat aliran darah. Tanin dapat mengobati luka karena dapat meningkatkan proses granuloma, memecah kekuatan granulasi jaringan, dan mempercepat  masa epitelisasi.  Proses penyembuhan luka oleh tanin juga berkaitan dengan proses terbentuknya kolagen. Tanin dapat mempercepat terbentuknya kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka

  1. Uraian Hewan Coba
  2. Klasifikasi (Mudjiman, 1998)

Filum                         : Arthopoda

Divisio                       : Crustaceae

Subdivisio                 : Branchiopoda

Ordo                           : Anostraca

Famili                         : Artemiidae

Genus                       : Artemia

Species                     : Artemia salina

  1. Morfologi (Mudjiman, 1998)

Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi secara jelas dapat dilihat dalam tiga bentuk yang sangat berlainan, yaitu bentuk telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur yang baru dipanen dari alam berbentuk bulat dengan ukuran 0,2-0,3 mm. Telur yang menetas akan berubah menjadi larva. Telur yang baru menetas ini berukuran kurang lebih 300 µ. Dalam pertumbuhannya larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu tingkatan hidup, setelah itu berubah menjadi artemia dewasa.

Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2 minggu. Berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm. Tubuh terbagi atasl bagian kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan dua antenula. Dada terbagi atas 12 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup dalam air dengan suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.

  1. Uraian Tentang Larva (Mudjiman, 1998)

Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25oC akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Burayak tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III, demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah mereka menjadi artemia dewasa.

Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I bentuknya bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu, mereka masih belum perlu makanan.

Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena I dan sepasang sungut besar (antenna II). Dibagian depan diantara kedua sungut kecilnya terdapat bintik merah yang tidak lain adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut besar terdapat sepasang mandibula (rahang) dan rudimenter kecil. Sedangkan dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah labrum.

Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan seperti duri yang menghadap ke belakang (gnotobasen seta) bangunan ini merupakan cirri khusus untuk membedakan burayak instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I (baru menetas) gnotobasen setanya masih belum berbulu dan juga belum bercabang.

Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III.Pada tingkatan II, gnotobasen setanya sudah berbulu tapi masih belum bercabang. Sedangkan pada instar III, selain berbulu gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.

Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari makan, bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya dengan cara menggerak-gerakkan antena II-nya. Selain itu untuk mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk bergerak. Tubuh instar II dan instar III sudah lebih panjang dari instar I.

Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan berubah menjadi artemia dewasa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE KERJA

  1. Alat yang Digunakan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Aerator, batang pengaduk, corong, spoit 10ml, neraca analitik, spoit 1 ml, seperangkat alat penetsan telur dan Vial.

  1. Bahan Yang Digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Air laut, air suling, ekstrak ragi, dan Etanol

  1. Hewan Coba

Adapun hewan coba yang di guankan pada praktikum ini adalah Larva udang (Artemia salina).

  1. Cara Kerja
  2. Penyiapan Larva
  3. Sebanyak mg telur Artemia salina Leach direndam dalam wadah yang berisi 250 ml air laut pada pH 8-9
  4. Kemudian diletakkan di bawah cahaya lampu yang telah dilengkapi dengan aerator pada suhu 25oC.
  5. Setelah didiamkan selama 24 jam sambil terus diamati, telur udang tersebut akan menetap dan menjadi larva.
  6. Larva yang telah berumur 48 jam, digunakan sebagai hewan uji aktivitas ketoksikan.

 

  1. Penyiapan Bahan
  2. Pembuatan suspensi ragi
    • Disiapkan alat dan bahan
    • Ditimbang ragi 0,1 mg
    • Ditambahkan dengan 10 ml air laut lalu diaduk lagi hingga homogen
  • Disimpan ragi tersebut dalam vial dan siap digunakan
  1. Pembuatan Ekstrak etanol talas
  • Disiapkan alat dan bahan
  • Ditimbang ekstrak talas 100 mg
  • Dimasukkan ekstrak yang telah ditimbang ke dalam vial
  • Ditambahkan etanol sampai 10 ml
  • Dihomogenkan
  1. Perlakuan Hewan Coba
  • Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
  • Dipipet 1 ml ke dalam ekstrak talas dengan menggunakan spoit, kemudian masukkan kedalam masing-masing vial yang berisi sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu 1 µg/ml, 10 µg/ml, 100 µg/ml dan 1000 µg/ml lalu dicukupkan volumenya hingga 10 ml
  • Diambil 1ml dari masing-masing konsentrasi, kemudian dimasukkan dalam 9 vial dengan urutan 3 buah vial dengan konsentrasi 1 µg/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 10 µg/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 100 µg/ml dan 3 buah vial dengan konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian diuapkan dengan cara dihadrayer
  • Kedalam tiap vial dimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia salina Leach) dan ditambahkan dengan ragi.
  • Dicukupkan 5 ml air laut, kemudian ditambahkan 1 tetes suspensi ragi, ditutup dengan alvol dan dilubangi
  • Diletakkan dibawah sinar lampu selama 1×24 jam
  • Diamati

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil Pengamatan
  2. Tabel Pengamatan
 

Jenis Sampel

 

Replikasi

Jumlah larva yang mati pada setiap konsentrasi (kg/ml)
1 10 100 1000
Ekstrak Etanol Daun Talas

(Colocasia esculenta)

1 0 3 8 10
2 4 2 10 9
3 3 2 10 10
Total kematian 7 7 21 29
% kematian 23,33% 23,33% 93,33% 96,66%

 

Untuk konsentrasi 1μg/ml:

% kematian

 

= 23,33%

Untuk konsentrasi 10 μg/ml:

% kematian

 

= 23,33%

Untuk konsentrasi 100 μg/ml:

% kematian

 

= 93,33%

Untuk konsentrasi 100 μg/ml:

% kematian

 

= 96,66%

  1. Tabel 2 ( Persamaan garis)
Log/Konsentrasi Probit X Y
X X2 Y Y2
1 1 5,08 25,80 5,08
2 4 5,52 30,47 11,04
3 9 6,48 41,99 19,44
∑6 ∑14 ∑17,08 ∑98,26 ∑35,56

 

a =

=

=

=

= 3,25

b =

=

=

=

= 1,31

Untuk LC50

Nilai a = 1,288

= 1,988

y= a + bx

y = 3,25+1,31x

= 1,33

X= Log LC50

LC50     = antilog x

LC50     = antilog 1,33

= 21,37 μg/ml

  1. Tabel 3 (penentuan standar deviasi)
X N Y W N.W
 

1

 

30

 

4,56

 

0,601

 

18,03

2 30 5,87 0,471 14,13
3 30 7,18 0,092 2,76
∑ = 34,92

 

Untuk x1 Y = a+bx

= 3,25 + 1,31 (1)

= 4,56

Untuk x2 Y = a+bx

= 3,25 + 1,31 (2)

= 5,87

Untuk x3 Y = a+bx

= 3,25 + 1,31 (3)

= 7,18

Untuk SE log LC50

σ =

=

= 0,76

SE log LC50 =

=

SE log LC50 = 0,12

SE LC50 = LC50 x Log e 10 x SE log LC50

= 21,37x 2,303x 0,12

= 5,90 μg/ml

Jadi LC 50 = 21,37±5,90 μg/ml

  1. PEMBAHASAN

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola dosis facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus)

Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa antikanker. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine ShrimpLethality Test (BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach sebagai hewan uji. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman.

LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.

Pada percobaan ini dilakukan konsentrasi yang berbeda masing-masing yaitu konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 µg/ml untuk membandingkan toksisitas dan efek toksik yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Juga untuk melihat pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. air laut sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan bukan dari laut. digunakan karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat antikanker, dan Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk melalui dinding sel larva tersebut.

Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan adalah pra perlakuan yakni menetaskan larva udang Atemia salina leach, kemudian dibuat ekstrak talas dengan menimbang ekstrak talas sebanyak 100 mg, kemudian larutkan dengan etanol 10 ml, homogenkan, kemudian ambil larutan tersebut sebanyak 1 ml dan masukkan dalam vial yang telah ditarer dengan konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 µg/ml kemudian dicukupkan dengan air laut 10 ml, setelah itu diambil 1 ml dan dimasukkan dalam 9 vial dengan pembagian 3 buah vial dengan konsentrasi 1 µg/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 10 µg/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 100 µg/ml dan 3 buah vial dengan konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian diuapkan, kemudian diuapkan dengan cara dihadrayer dimasukkan 10 ekor larva udang dan dimasukkan 5 ml air laut tambahkan 1 tetes suspensi ragi, tutup dengan alumunium voil dan lubangi kemudian letakkan dibawah cahaya lampu selama 1×24 jam dan amati berapa larva yang mati.

dari Pengujian terhadap ekstrak etanol talas diperoleh hasil, bahwa konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia salina) adalah21,37±5,90 µg/ml sehingga dapat dikatakan ekstrak talas pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia salina) adalah21,37±5,90 µg/ml sehingga dapat dikatakan ekstrak talas pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.

  1. Saran

Sebaiknya hasil data pengamatan (berupa gambar) tiap kelompok dan cara kerja di paparkan ke kelompok lain agar mempermudah proses pembuatan laporan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Cassaret, L. J. and Doull, J. 1975. Toxicology: The Basic Science of Poisons. MacMillan Publishing Co., Inc. New York.

 

 

Dalimartha, S, 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Trubus Agriwidya, Jakarta.

 

 

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III”. Depertemen Kesehatan. Jakarta.

 

 

Ganiswara, G. Sulistia, dkk, 1995. Farmakologi dan Terapi, UI-Press: Jakarta.

 

 

Gunawan, Sulistia Gan, 2007. “Farmakologi dan Terapi Edisi 5”. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

 

 

Kee, Joyce L. 1996. “Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan”. EGC: Jakarta.

 

 

Mayer BNNR, Ferrigni ML.1982. Brine Shrimp, a convinient general bioassay for active plant constituents. J of Plant Medical Research.

 

 

  1. Prama yufdi, Achmadi jumberi. 2009. Pemanfaatan hara air laut untuk kebutuhan tanaman.

 

Mudjiman, A. 1998. Udang Renik Air Asin. Bhrata Karya Aksara:Jakarta.

 

 

Mutschler. E., 1991. Dinamika Obat. ITB : Bandung

 

Siti, hajar nur afifa, dkk. 2010. PLESTER EKSTRAK  ETANOL DAUN DAN BATANG TALAS (Colocasia esculenta) SEBAGAI ALTERNATIF OBAT LUKA ALAMI

 

Steenis, Van C. G. G. J. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramitha.

 

Tjay, Tan Hoan. 2002. “Obat-Obat Penting”. Gramedia: Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

  1. Skema kerja

timbang 100 mg ekstrak talas

Dilarutkan dalam 10 ml etanol, homogenkan

 

larutan tersebut diambil 1 ml

masukkan dalam vial

1 µg         10µg     100 µg   1000 µg

 

add kan dengan 10 ml air, ambil 1ml masukkan dalam vial

 

 

1 µg         10µg         100 µg   1000 µg

 

Diuapkan, masukkan 10 ekor larva udang, 5 ml air laut,

1 tetes suspensi ragi, tutup dengan alvol dan lubangi

 

Letakkan dibawah lampu 1×24 jam, amati

  1. Foto

 

Konsentrasi 1µg/ml                               konsentrasi 10 µg/ml

 

 

Konsentrasi 100 µg/ml                         Konsentrasi 1000 µg/ml

 

laporan kinetika reaksi

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    LATAR BELAKANG

 

                 Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat reaksi-reaksi kimia dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat seperti petasan yang meledak, ada juga reaksi yang berlangsung sangat lambat seperti pengkaratan besi. Dalam ilmu kimia banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu reaksi yang selanjutnya ditelaah dengan ilmu-ilmu yang mengkaji lebih lanjut dan spesifik mengenai perubahan tersebut. Misalnya termodinamika yang membahas tentang arah reaksi kespontanan. Tetapi dengan termodinamika hanya dibahas mengenai perubahan energi dalam suatu reaksi sehingga waktu dan kecepatan atau laju suatu reaksi tidak diketahui.

                 Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang perubahan – perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi di tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan (K) adalah vaktor pembanding yang menunjukkan hubungan anntara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.

                 Pada percobaan ini, kita akan melakukan dua macam peercobaan yaitu mengamati pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dan pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Informasi kinetika di gunakan untuk meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi yaitu langkah-langkah yang di tempuh pereaksi untuk menetukan hasil reaksi tertentu sesuai yang diinginkan. Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan laju reaksi. Informasi semacam itu sangat berguna bagi para ahli sintesis senyawa kimia, sehingga hasil sintesanya memuaskan.

 

  1. B.     Tujuan Praktikum

                 Adapun tujuan dari praktikum kinetika reaksi yakni, menentukan orde reaksi dan tetapan kecepatan reaksi, serta menentukan pengaruh factor konsentrasi dan suhu terhadap kecepatan reaksi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. A.    Dasar teori

 

                 Kinetika kimia disebut juga dinamika kimia, karena adanya gerakkan molekul, elemen atau ion dalam mekanisme reaksi dan laju reaksi sebagai fungsi waktu. Mekanisme reaksi dapat diramalkan dengan bantuan pengamatan dan pengukuran besaran termodinamika suatu reaksi, dengan mengamati arah jalannya reaktan maupun produk suatu system  (Siregar, 2008).

                 Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999).

                 Cabang ilmu kimia yang khusus mempelajari tentang laju reaksi disebut kinetika kimia. Tujuan utama kinetika kimia ialah menjelaskan bagaimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan dan mengetahui mekanisme suatu reaksi berdasarkan pengetahuan tentang laju reaksi yang diperoleh dari eksperimen (Oxtoby, 2001).

                 Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi persatuan waktu. Satuan yang umum adalah mol/dm-3-i . Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat dinyatakan sebagai

Laju = k f (C1, C2, …., Ci)

Di mana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta kecepaan, C1, C2, … adalah konsentrasi dari reaktan-reakan dan produk-produk (Dogra, 1990).

                  Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan konsentrasi molekul reaktan atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju reaksi tidak tetap melainkan berubah terus-menerus seiring dengan perubahan konsentrasi

(Chang, 2005).

                 Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri, 1999).

Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi:

  • Konsentrasi

Kecepatan reaksi bergantung pada banyak factor. Konsentrasi reaktan memainkan peran penting dalam mempercepat atau memperlambat rekasi tertentu. Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi karena banyaknya partikel memungkinkan lebih banyak tumbukan, dan itu membuka peluang semakin banyak tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan.

  • Suhu

Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu, energy kinetic partikel zat-zat meningkat sehinga memungkinkan semakin banyaknya tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan. Berdasarkan teori tumbukan, reaksi terjadi bila molekul bertumbukan dengan energy yang cukup besar, disebut energy aktivasi. Untuk memutus ikatan dan mengawali reaksi, konsatanta laju dan energy aktivasi dihubungkan oleh persamaan Arrhenius.

k = Ae-Ea/RT 

keterangan:               Ea    = energy aktivasi
                                  T    = suhu mutlak
                                    A    = frekuensi tumbukan

  • Luas Permukaan

Luas permukaan mempercepat laju reaksi karena semakin luas permukaan zat, semakin banyak bagian zat yang saling bertumbukan dan semakin besar peluang adanya tumbukan efektif menghasilkan perubahan.

Semakin luas permukaan zat, semakin kecil ukuran partikel zat, reaksi pun akan semakin cepat

  • Katalis

Katalis ialah zat yang mengambil bagian dalamn reaksi kimia dan mempercepatnya, tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang permanen. Jadi, katalis tidak muncul dalam laju persamaan kimia balans secara keseluruhan, tetapi kehadirannya sangat mempengaruhi hukum laju, memodifikasi dan mempercepat lintasan yang ada.

Katalis menimbulkan efek yang nyata pada laju reaksi, meskipun dengan jumlah yang sangat sedikit. Dalam kimia industry, banyak upaya untuk menemukan katalis yang akan mempercepat reaksi tertentu tanpa meningkatkan timbulnya produk yang tidak diinginkan (Oxtoby, 2001).

  • Efek pelarut

Pengaruh pelarut terhadap laju penguraian obat merupakan suatu topic terpenting untuk ahli farmasi. Walau efek-efek tersebut rumit dan generalisasi tidak dapat dilaksanakan. Tampak reaksi nonelektrolik dihubungkan dengan tekanan dalam relative atau parameter kelarutan dari pelarut dan zat terlarut. (Martin, 1993)

                 Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitanKefarmasiaan, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui kestabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan pasien harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan. Ada beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini yaitu: kestabilan dan tak tercampurkan, disolusi, proses absorbs,distribusi dan eliminasi, dan kerja obat pada tingkat molekuler obat (Martin, 1993)

 Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode,

  1. Metode substansi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubtitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.
  2. Metode grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde-kedua akan memberikan garis lurus bila 1/(a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-x)2 terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde-ketiga.
  3. Metode waktu-paruh. Dal reaksi orde, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal a, waktu paruh reaksi orde-pertama tidak bergantung pada a, waktu paruh untuk reaksi orde-kedua, dimana a=b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde-ketiga, dimana a=b=c, sebanding dengan 1/a2. (Martin, 1993)

               Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada konsidi yang berbeda. Walaupun penguraian hidrogen peroksida, misalnya dengan katalis ion iodine adalah sau orde pertama, telah ditemukan bahwa penguraian larutan yang distabilkan dengan berbagai pereaksi dapat menjadi orde-nol. Dalam hal ini, di mana reaksi tidak tergantung pada konsentrasi obat, penguraia mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau berbagai faktor luar lainnya (Martin, 1993).

 

  1. B.       Uraian Bahan
    1. 1.      Natrium Tiosulfat (Ditjen Pom, 1979 hal:428)

Nama Resmi            : NATRII THIOSULFAS

Nama Lain               : Natrium Tiosulfat

Rumus molekul        : Na2S2O3

Berat molekul          : 248,17

 

 

Rumus struktur        :

 

 

Pemeruan                 : hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar,

                                  Dalam udarah lembaba meleleh basah, dalam hampa

                                   Udara pada suhu di atas 330 merapuh.

Kelarutan                 : larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam

                                   Etanol (95%) p.

Penyimpanan             : dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan                  : sebagai sampel

  1. 2.      Asam  klorida (Ditjen Pom, 1979 hal:53)

Nama resmi               : ACIDUM HYDROCHLORIDUM

Nama lain                  : asam klorida

Rumus molekul         : HCL

Berat molekul            : 36,46

Rumus struktur         : H – C – l

Pemerian                   : cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika

                                     Diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang

Kelarutan                  :

Penyimpanan             : dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan                  : sebagai sampel

 

  1. 3.      Air Suling (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi              :  AQUA  DESTILLATA

Nama lain                 :  Air Suling

Rumus molekul        :  H2O

Berat moleku            : 18,02

Bobot Jenis              :  0,997 gr/mol

Rumus struktur        : H – O – H

Pemerian                  :  Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa

Penyimpanan          :  Dalam wadah  tetutup baik

Kegunaan                 :  Sebagai Pelarut

 

  1. C.    Prosedur Kerja (Anonim , 2013)
    1. 1.      Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
      1. Buatlah larutan Na2S2O3 0,1 N, 0,01 N, 0.5 N, dan HCl 0,1 N, 0,01 N, 0,5 N
      2. Campurkan 10 ml larutan HCl 0,1, 0,01 dan 0,5 N dengan 10 ml larutan Na2S2O3 0,1 N. catatlah waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.
      3. Campurka pula 10 ml larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan 10 ml larutan HCl 0,1 N.

 

  1. 2.      Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
  • Campurkan 10 ml larutan Na2S2O3 0,1 N dengan 10 ml larutan HCl 0,1 N pada suhu kamar, suhu 500 dan 1000C
  1. 3.      Menetukan Orde Reaksi dan Laju Reaksi
  • Larutan asam formiat 0,1M sebanyak 4 ml ditambahkam ke dalam larutan KMnO4 0,01 N sebanyak 0,5 ml, kemudian dicukupkan volumenya dengan aquades hingga 50 ml, kemudian diukur kadar KMnO4 pada waktu-waktu tertentu dan diperoleh data.

Waktu (menit)

Kadar KMnO4 ppm

3

0,081

6

0,076

9

0,07

12

0,069

15

0,068

Tentukan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dari data di atas

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE KERJA

 

  1. A.    Alat dan Bahan
    1. Alat
  • Erlemeyer
  • Gelas kimia
  • Gela ukur
  • Penangas air
  • Pipet tetes
  • Stopwatch
  • Sendok tanduk
  • Termometer
  • Vial
  1. Bahan
  • Alumunium foil
  • aquades
  • larutan HCl 0,1, 0,01, 0,5 N
  • larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, 0,5 N
  • tisu

 

  1. B.     Langkah kerja
    1. a.      Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Dibuat larutan Na2S2O3 0.1, 0,01,dan  0,5 N dan HCl 0,1, 0,01, dan 0,5 NdiCampurkan 10 ml larutan HCl 0,1, 0,01, dan 0,5 dengan 10 ml larutan Na2S2O3 0,1 N. catatlah waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.Dicampurkan pula 10 ml larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan 10 ml larutan HCl 0,1 N

  1. b.      Pengaruh suhu terhadap laju reaksi

Dicampurkan 10 ml larutan Na2S2O3 0,1 N dengan 10 ml larutan HCl 0,1 N pada suhu kamar, suhu 500 dan suhu 1000C

  1. c.       Menetukan Orde Reaksi dan Laju Reaksi

Larutan asam formiat 0,1M sebanyak 4 ml ditambahkam ke dalam larutan KMnO4 0,01 N sebanyak 0,5 ml,dicukupkan volumenya dengan aquades hingga 50 ml, kemudian diukur kadar KMnO4 pada waktu-waktu tertentu dan diperoleh data.

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

  1. A.    Hasil dan perhitungan
    1. Penentuan pengaruh konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi

 

Campuran larutan

 

Waktu (menit)

5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,1 N

01 : 34

5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,01 N

03 : 12

5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,5 N

03 : 13

5 ml HCl 0,1 N + 5 ml Na2S2O3 0,01 N

01 : 28

5 ml HCl 0,01 N + 5 ml Na2S2O3 0,5 N

25 : 13

5 ml HCl 0,5 N + 5 ml Na2S2O3 0,1 N

00 : 19

 

  1. Penentuan pengaruh suhu terhadap laju reaksi

Campuran larutan

Suhu (0C)

Waktu reaksi (menit)

 

kamar

02 : 20

5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,1 N

50

00 : 40

 

100

00 : 10

 

  1. Penentuan orde reaksi, tetapan laju reaksi dan waktu paruh reaksi

Waktu (menit)

Kadar KMnO4 ppm

Log C

1/C

3

0,081

-1,091

12,346

6

0,076

-1,119

13,159

9

0,07

-1,155

14,206

12

0,069

-1,161

14,439

15

0,068

-1,167

14,706

 

  1. Nilai R dan persamaan garis lurus (y = bx + a)

Orde reaksi

Nilai r

Persamaan garis lurus

0

-0,94

Y=-0,0011 x + 0,0827

1

-0,947

Y= -0,0065 x + (-1,0724)

2

0,949

Y= 0,2081 x + 11,9818

 

  • Perhitungan pembuatan larutan
    • HCl     = % x Bj x 1000

                    Bs x 100

= 32 x 1,18 x 1000

                       36,49 x 100

                                    = 10,35 N

V1N1           =  V2N2

V1 10,35 = 500.1.N

V1          =   500

                           10,35

            = 48,3 ml

  • HCl 0,01 N = 5 ml adalah 500 ml
  • HCl 0,5 N   = 250 ml adalah 500 ml
  • HCl 0,1 N   = V1N1 = V2N2

V1 . 1      = 500 ml . 0,1 N

                   V1                =  50

          1

      = 50 ml adalah 500 ml

 

  • Perhitungan tetapan laju reaksi dan waktu paruh

Tetapan laju reaksi K = b

                               K = 0,2018

Waktu paruh (t ½) =

                              =

                             =     = 0,413 menit

 

 

 

  1. B.     Pembahasan

                 Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya.

                 Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tenang Perubahan-perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi di tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan (K) adalah vaktor pembanding yang menunjukkan hubungan anntara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.

                 Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi persatuan waktu. Satuan yang umum adalah mol/dm-3-i . Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat dinyatakan sebagai

Laju = k f (C1, C2, …., Ci)

Di mana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta kecepaan, C1, C2, … adalah konsentrasi dari reaktan-reakan dan produk-produk.

Laju reaksi terbagi menjadi 3 orde yaitu orde 0, orde 1 dan orde 2.

                 Jika suatu reaksi berorde 0 terhadap salah satu pereaksinya apabila perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi ini tidak mempengaruhi laju reaksi. Maka, bisa dituliskan persamaannya sebagai berikut :

v    =    =  K  [C0]

yang jika diintegrasikan, maka menjadi :

Ct  =  – Kt  +  C0

Jika reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya yaitu jika laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Bila kita tinjau reaksi orde satu adalah sebagai berikut :

C    à    produk,

Maka persamaan lajunya adalah sebagai berikut :

                        –   =  K . C

Integrasinya adalah :         ln Ct  =  lnC0  –  K  .  t

Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Persamaan lajunya adalah sebagai berikut :

–  =  K  . (C)2

Diintegrasikan menjadi : 

Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode,

  1. Metode substansi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubtitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.
    1. Metode grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde-kedua akan memberikan garis lurus bila 1/(a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-x)2 terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde-ketiga.
    2. Metode waktu-paruh. Dal reaksi orde, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal a, waktu paruh reaksi orde-pertama tidak bergantung pada a, waktu paruh untuk reaksi orde-kedua, dimana a=b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde-ketiga, dimana a=b=c, sebanding dengan 1/a2.

               Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada konsidi yang berbeda. Walaupun penguraian hidrogen peroksida, misalnya dengan katalis ion iodine adalah sau orde pertama, telah ditemukan bahwa penguraian larutan yang distabilkan dengan berbagai pereaksi dapat menjadi orde-nol. Dalam hal ini, di mana reaksi tidak tergantung pada konsentrasi obat, penguraia mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau berbagai faktor luar lainnya

Rumus yang digunakan untuk menghitung waktu paruh orde 1, dan orde 2 yakni :

Pada reaksi orde satu, waktu paruh dinyatakan sebagai berikut :

k1  =  ln

k1  = 

Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai berikut :

        t1/2  = 

                 tujuan dari percobaan kineteika reaksi yakni, menentukan orde reaksi dan tetapan kecepatan reaksi, serta menentukan pengaruh factor konsentrasi dan suhu terhadap kecepatan reaksi

                 dalam percobaan kinetika reaksi di lakukan dua percobaan yakni menentukan pengaruh konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi dan penentuan pengaruh suhu terhadap laju reaksi, serta penentuan Orde Reaksi dan Laju Reaksi Pada percobaan menentukan pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi digunakan larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dan larutan HCl 0,1, 0,01, dan 0,5 N.

                 Pada percobaan menentukan pengaruh konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi, pertama-tama di buat larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dan HCl 0,1, 0,01, dan 0,5 N. kemudian dicampurkan 5 ml larutan HCl 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan 5 ml larutan Na2S2O3 0,1 N. kemudian dicatat waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan. Kemudia dilakukan juga pencampuran 5 ml larutan Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan 5 ml larutan HCl 0,1 N, dan catat waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.

                 Dari percobaan menentukan pengaruh konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi diperoleh hasil 5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,1 N = 01 : 34, 5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,01 N = 03 : 12, 5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCl 0,5 N = 3 : 13, 5 ml HCl 0,1 N + 5 ml Na2S2O3 0,01 N = 1 : 28, 5 ml HCl 0,1 N + 5 ml Na2S2O3 0,5 N = 25 : 13, dan 5 ml HCl 0,1 N + 5 ml Na2S2O3 0,1 N = 19 detik. Jadi, percobaan diatas sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi semakin cepat pula laju reaksinya, begitupun sebaliknya semakin kecil konsentrasi semakin lambat untuk bereaksi atau menghasilkan kekeruhan.

                 Sedangkan pada percobaan ke dua yaitu menentukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi pertama-tama dilakukan pencampuran 5 ml Na2S2O3 0,1 N dengan 5 ml larutan HCl 0,1 N pada suhu kamar, suhu 500 dan suhu 1000C.

                 Dari percobaan menetukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi, diperoleh hasil yakni pada suhu kamar di peroleh waktunya 2 : 20, pada suhu 500 di peroleh waktu yakni 40 detik, dan pada suhu 1000C diperoleh waktunya 10 detik. Dari hasil yang di peroleh dapat di nyatakan bahwa suhu berbanding lurus dengan laju reaksi atau semakin besar suhu maka semakin cepat pula laju reaksinya hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dalam praktikum yang menu njukan setiap kenaikan suhu maka laju reaksinya juga semakin cepat.

                 Dalam  percobaan kinetika reaksi digunakan sampel Na2S2O3 0,5 N; 0,1 N; dan 0,01 N dan HCl 0,5 N; 0,1 N, 0,01 N; tujuan digunakannya  sampel  Na2S2O3 dan HCl karena  ingin  diketahui  pengaruh  konsentrasi  terhadap  pencampuran  dua  senyawa dan digunakan kedua sampel ini karena keduanya mudah untuk bereaksi. apabila kedua sampel dicampurkan dapat dilihat bahwa konsentrasi mana yang cepat bereaksi atau mengalami kekeruhan. Na2S2O3 larut dalam 0,5 bagian air dan praktis tidak larut  dalam etanol  (95 %). Sedangkan HCl larut dalam air dan praktis tidak larut dalam etanol.

Pada percobaan menentukan orde reaksi, tetapan laju reaksi dan waktu paruh reaksi, yakni dimana waktu 3 menit dengan kadar 0.081, maka Log C adalah  -1,091 dan 1/C adalah 12,346. waktu 6 menit dengan kadar 0.076, maka Log C adalah -1,119 dan 1/C 13,159. waktu 9 menit dengan kadar 0.07, maka Log C adalah -1,155 dan 1/C adalah 14,286. waktu 12 menit dengan kadar 0.069, maka Log C -1,161 dan 1/C adalah 14,493. Dan waktu 15 menit dengan kadar 0.068, maka Log C adalah -1,167 dan 1/C adalah 14,706.

Untuk nilai r dan persamaan garis lurus diperoleh pada orde reaksi 0 nilai r adalah -0,94, sehingga menghasilkan persamaan garis y = -0,0011(x) + 0,0827. Pada orde 1, nilai r adalah -0,947 dan menghasilkan persamaan garis   y = -0,0065 (x) -1,0724 dan pada orde reksi 2, nilai r adalah 0,949 dan menghasilkan persamaan garis y = 0,2018 (x) + 11,9818.

Dari perhitungan nilai r dan persamaan garis, diperoleh bahwa orde reaksi adalah orde 2 dan diketahui tetapan laju reaksi yaitu 0,2018. Maka, diperoleh waktu paruh (t 1/2) adalah 0,413 menit.

Dalam melakukan praktikum kinetika reaksi diperoleh hasil yang berbeda-beda. Hasil yang berbeda ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengaruh suhu dari pemegang alat, juga berpengaruh pada alat.       

2. kurangnya ketelitian pada saat melihat larutan bereaksi atau 

  mulai terbentuk  kekeruhan.         

3. Larutan yang digunakan telah mengalami kerusakan atau tidak murni lagi.

4. Tidak teliti pada saat melakukan  pemipetan larutan.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

  1. 1.      Kesimpulan

Dari percobaan dapat disimpulkan bahawa :

  • Orde reaksinya adalah orde 2.
  • Tetapan laju reaksi adalah 0,2018.
  • Dengan waktu paruhnya adalah 0,413 menit.
  • Semakin tinggi konsentrasi atau suhunya maka semakin cepat reaksi yang terjadi.

 

  1. 2.      Saran

Sebaiknya alat yang digunakan dalam praktikum dilengkapi lagi dan di perhatikan  apa layak untuk di gunakan dalam praktikum atau tidak.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim,  2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Muslim Indonesi: Makassar

 

Chang, Raymond.2005.Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti edisi ketiga jilid 2.Erlangga :Jakarta

.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta

 

Dogra, S.K dan S.Dogra.1990.Kimia Fisik dan soal-soal.Jakarta: Universitas Indonesia

 

Martin, Alfred, dkk, 1993, Farmasi Fisik. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

 

Oxtoby, dkk.2001.Prinsip-prinsip Kimia Modern edisi keempat jilid 1.Jakarta: Erlangga

 

Syukri S, 1999. Kimia Dasar jilid 2. ITB, Bandung.

Siregar, Tirena Bahnur. 2008. Kinetika Kimia Reaksi Elementer. Medan. Usu press.

 

 

 

 

 

 

 

SKEMA KERJA PENGARUH KONSENTRASI TERHADAP LAJU REAKSI

 

 

 

Dibuat          Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dan       HCl 0,1, 0,01 dan 0,5 N

Campur 5 ml        HCl 0,1, 0,01 dan 0,5 N dengan        Na2S2O3 0,1,

Campur  5 ml      Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan        HCl 0,1

 

Catat waktu, mulai dari pencampuran hingga terbentuk kekeruhan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SKEMA KERJA PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

 

                                                                    

Campur 5 ml Na2S2O3 0,1, 0,01, dan 0,5 N dengan HCl 0,1 N 5 ml

Pada suhu kamar

Suhu 1000C

Suhu 500C

 

laporan fenomena distribusi

BAB I

PENDAHULUAN

1        Latar Belakang

                 Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut

                 Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

                 Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembuatan obat. Khusunya untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan harus tepat sasaran dan dengan mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara obat masuk ke dalam liposom. Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampurkan dua zat yang tidak larut apabila di campurkan yaitu minyak dan air serta penambahan zat yang akan di uji koefisien partisinya yaitu asam borat dan asam benzoat

2        Tujuan Praktikum

            Adapun tujuan dari praktikum fenomena distribusi ini yakni untuk menentukan koefisien partisi suatu zat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Teori

       Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. (Anonim, 2013)

                   Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999  ).

                   Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).

                   Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999)

                   Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989)

                   Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari kemampuannya untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi minyak/air dalam sistem-sistem seperti oktanol/air dan kloroform/air. Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang tidak terion antar fase organik dan fase air pada kesetimbangan. (Lachman,L.,1986)

                 Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konsentrasi absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990)

                 Koefisien partisi dari obat juga tergantung pada polaritas dan ukuran dari molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi, mempunyai kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit terpenetrasi. Ionisasi bukan saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar tetapi juga menghalangi perlintasan melewati membran yang bermuatan  Umumnya koefisien partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007).

                   Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :

  1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC.
  2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
  3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
  4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas denganss mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
  5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.
  6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul (Cammarata, 1995).

                 Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis dna juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen itu koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu (Gholib, ibnu, 2007)

                 Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).

2        Uraian Bahan

  1. 1.        Air suling (Ditjen POM,1979)

Nama resmi              : Aqua destillata

Nama lain                 : Aquadest, air suling

Rumus molekul        : H2O

Berat molekul           : 18,02

Bobot jenis               : 1,00 gr/cm3

            Pemerian                  : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan  tidak berasa      

              Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

              Kegunaan                 : Sebagai pelarut, media distribusi

 

  1. 2.        Asam benzoat (Ditjen POM,1979)

Nama resmi              : Acidum bonzoicum

Nama lain                 : Asam benzoat

Rumus molekul        : C7H6O2

Berat molekul           : 122,12

            Pemerian                  :  Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak          berbau

            Kelarutan                 : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P

            Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

       Khasiat                     : Antiseptikum ekstern

       Kegunaan                 : Sebagai sampel

  1. 3.        Asam borat (Ditjen POM 1979)

                Nama resmi             : Acidum boricum

Nama lain                 : Asam borat

Rumus molekul        : H3BO3

Berat molekul           : 61,83

Pemerian                  : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis

            Kelarutan                 : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P

              Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

              Khasiat                     : Antiseptikum ekstern

              Kegunaan                 : Sebagai sampel

            Penetapan kadar       : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg H3BO

  1. 4.        Fenolftalein (Ditjen POM 1979)

Nama resmi              : Phenolphtalein

Nama lain                 : Fenolftalein

Rumus molekul        : C20H14O4 /318,00

           Pemerian                   : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

                                               lemah, tidak berbau, stabil di udara

Kelarutan               :  Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

     etanol, agak sukar larut dalam eter

Perubahan warna   : tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah dan memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat

Range pH                  :       8,3 – 10,0        

Kegunaan                 :  Sebagai indicator

 

  1. 5.        Minyak kelapa (Ditjen POM 1979)

Nama resmi            : Oleum cocos

Nama lain               : Minyak kelapa

Pemerian                : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,

bau khas  tidak tengik.

Kelarutan               : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter

Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan               : Sebagai pelarut, media distribusi

  1. 6.        Natrium hidroksida (Ditjen POM, 1979 )

Nama resmi : Natrii hydroxidum

Nama lain               : Natrium hidroksida

Rumus molekul       : NaOH

Berat molekul         :  40,00

Pemerian                : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,   kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2.

Kelarutan               : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P

Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan               : Sebagai larutan penitrasi

 3   Prosedur Kerja (Anonim, 2013)

Menentukan koefisien partisi

  • Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml
  • Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 ml dengan aquadest
  • Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, tambahkan 25 ml minyak kelapa
  • Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
  • Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam erlenmeyer
  • Tambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer
  • Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda
  • Ambil 25 ml larutan no. 2 di atas, kemdian
  • Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
  • Hitung koefisien partisi
  • Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N samai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda
  • Ambil 25 ml dari larutan no. 2 di atas, kemudian
  • Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
  • Hitung koefisien partisi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE KERJA

 1   Alat

           Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan fenomena distribusi antara lain batang pengaduk, buret 50 ml, corong, corong pisah 250 ml, erlenmeyer 25 ml, erlenmeyer 50 ml, gelas kimia 250 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 50 ml, klem, penyangga corong pisah, pipet tetes, statif dan timbangan analitik.

2     Bahan

                 Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan fenomena distribusi  ini antara  lain aquades, asam benzoat, asam borat, indikator fenofltalein, kertas timbang, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak kelapa,  dan tissu.

3     Langkah Kerja

  1. Menentukan koefisien partisi
  • ditimbang asam borat sebanyak 100 mg
  • dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml,
  • dilarutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml,
  • diambil 25 ml dari larutan tersebut, kemudian dimasukkan dalam corong pisah,
  • ditambahkan 25 ml minyak kelapa. kemudian, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah,
  • diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.  
  • dipisahkan air dari minyak dan ditampung dalam erlenmeyer
  • ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer,
  • dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
  • diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate,
  • dihitung koefisien partisinya.

      2. Menentukan koefisien tanpa partisi

Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi, percobaan dilakukan tanpa menggunakan minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya diberikan indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan erlemeyer. Cara kerjanya :

  • ditimbang asam borat sebanyak 100 mg,  
  • dimasukkan dalam erlenmeyer,
  • dilarutkan dengan aquadest kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml,
  • diambil 25 ml dari larutan tersebut kemudian, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
  • ditambahkan dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes
  • dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
  • diambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest sebanyak 25 ml, lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate
  • dihitung koefisien tanpa partisinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Perhitungan

Sampel

Vtitran

Konsentrasi

Partisi

Tanpa partisi

CA

CB

Asam borat

6,5ml

0,75 ml

183,84

1593,24

Asam benzoate

0,8 ml

2,1 ml

10,18

3,88

           

 

v Perhitungan

  • Asam Borat

Dik : N = 0,1 N

        Vtitran partisi = 6,5 ml

        Vtitran tanpa partisi = 0,75  ml

         Bst = 61,83 mg

         Bs = 100 mg

         Fp = 4

         Fk = 0,1

Dit : a. % kadar partisi (CB)

        b. % kadar tanpa partisi (CA)

 

 

        Penyelesaian

  1. CB= % kadar  =  

                                           =  

                                           = 1593,24 %

  1.  CA = % kadar =  

                               =  

                                          =

                                           = 183,83 %

                                      K  =  

                              =  

                                          = 7,67

  • Asam benzoat

Dik  : N = 0,1 N

        Vtitran partisi = 0,8 ml

        Vtitran tanpa partisi = 2,1 ml

         Bst = 12,21 mg

         Bs = 100 mg

         Fp = 4

         Fk = 1

Dit : a. % kadar partisi (CB)

        b. % kadar tanpa partisi (CA)

a. CB = % kadar =  

                                       =  

                                   =

                                   = 3,88 %

             CA= % kadar   =  

                                       =   

                                       =   

                                       =   10,18 %

                                 K  =  

                                   =

                                       = 0,62

 

 

2    Pembahasan

       Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan :

            K =

Dimana K adalah koefisien partisi, C1 adalah kadar zat dalam pelarut 1 dan C2 adalah kadar zat dalm pelarut 2.

Pada percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut,  masukkan larutan tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan menampung air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda, kemudian diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya, dengan menggunakan rumus :

              =

            Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan menggunakan partisi, karena, kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel asam borat dapat larut dalam minyak dan air . Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar dan karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol.

            Alasan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkanke dalam minyak kelapa dan air kemudian  dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian seterlah itu di lakukan  pengocokan, kareana agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar.

             Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).

Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda.

          Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi tidak menggunakan minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya menggunakan air yang diberikan indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hal yang di lakukan Pertama-tama adalah timbang asam borat sebanyak 100 mg, masukkan kedalam erlenmeyer, larutkan dengan aquadest  hingga 100 ml, ambil 25 ml dari larutan tersebut , masukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein  3 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna larutan berubah dari bening menjadi merah muda.ambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest sebanyak 25 ml, lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate, kemudian hitung koefisien tanpa partisinya, dengan menggunakan rumus:

            =

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut, volume titran asam borat sebelum partisi 0,75 dan sesudah partisi 6,5 sedangkan volume titran asam benzoate yakni, sebelum partisi 2,1 dan sesudah partisi 0,8, konsentrasi(%) asam borat yakni CA 183,84 dan CB 1593,24 dan konsentrasi(%) dari asam benzoate yakni CA 10,18 dan CB 3,88, koofisien partisi asam borat yakni 7,67 dan asam benzoate  0,62

        Pada percobaan ini terdapat kesalahan dalam penentuan koefisien partisi dari asam borat dimana hasilnya yakni 7,67 yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan K dar asam borat harus kurang dari 1. Hal ini mungkin disebabkan karena

  • Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
  • Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi.
  • Kesalahan dalam menitrasi.
  • Sampel yang tidak larut sempurna.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

1     Kesimpulan

Dari percobaan dapat disimpulkan

  • Koefisien partisi dari asam borat yakni 7,67 hal ini tidak sesuai dengan literature yang menyatakan koefisien partisi harusnya K<1, hal ini dikarenakan beberapa faktor kesalahan yakni, Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut, Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi, Kesalahan dalam menitrasi, Sampel yang tidak larut sempurna.
  • Koefisien partisi dari asam benzoate yakni 0,62

2     Saran

                        Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang diperoleh sesuai yang diharapkan.  

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika  I. Universitas Muslim Indonesia: Makassar

Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia”, edisi III, Depkes RI, Jakarta

Lachman, L., dkk., (1994), ”Teori dan Praktek Farmasi Industri II”, Edisi

III, diterjemahkan  oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta, 78

Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika 1. Universitas Indonesia Press;    

Jakarta.

Ernest. 1999 . Dinamika Obat. ITB. Bandung.

Golib, Ibnu, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Cammarata, s., 1995, Farmasi FisIka, UI-Press, Jakarta.

Rivai, H., 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta.

Gandjar, I., G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Ansel, H., C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

 

makalah stereokimia senyawa organik

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar belakang

Stereokimia adalah studi mengenai molekul-molekul dalam ruang tiga dimensi-yakni bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul ditata dalam ruangan satu relative terhadap yang lain.

Tiga aspek stereokimia yang akan dicakup :

  1. Isomer geometric : bagaimana ketegaran (rigidity) dalam molekul dapat mengakibatkan isomer.
  2. Konformasi molekul : bentuk molekul dan bagaimana bentuk ini dapat berubah.
  3. Kiralitas (chirality) molekul : bagaimana penataan kiri atau kanan atom-atom disekitar sebuah atom karbon dapat mengakibatkan isomer.

Sering sukar menghayati molekul tiga-dimensi dari dalam satu gambar dua-dimensi. Oleh karena itu dalam membahas stereokimia, sangat disarankan untuk menggunakan model-model molekul.

 

  1. Rumusan Masalah

 

  1. Bagaimana Isomer struktur dan stereoisomer
  2. Bagaimana enantiomer dan molekul kiral
  3. Bagaimana bidang simetri
  4. Bagaimana proyeksi fisher
  5. Bagaimana tatanama stereoisomer
  6. Bagaimana sifat-sifat enantiomer : aktivitas optik
  7. Bagaimana molekul dengan lebih dari satu karbon kiral
  8. Bagaimana Pemisahan enantiomer-enantiomer
  9. Lebih dari satu atom karbon kristal
  10. Pemisahan suatu campuran resemik

 

  1. Tujuan Penulisan

 

Untuk mengetahui apa itu stereokimia senyawa organic dan bagian-bagiannya

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Isomeri struktur dan stereoisomer

 

                  Isomer-isomer adalah senyawa-senyawa yang berbeda tapi rumus molekulnya sama. Isomer structural didefenisikan sebagai senyawa-senyawa dengan rumus molekul yang sama tetapi dengan urutan penetapan atom-atom yang berbeda.contohnya adalah sebagai berikut :

 

Rumus molekul                              rumus molekul

 

C4H10                                                                    CH3CH2CH2CH3    dan             CH3

 

                                                         n-butana                             CH3CHCH3

                                                                                                    isobutana

C2H6O                                              CH3CH2CH2OH   dan       CH3OCH3

                                                           etanol                                 dimetileter

 

isomer struktur sering dikelompokan dalam sub-kelompokyakni

(1)   Isomer rantai (contoh n-butana dan isobutana)

(2)   Isomer posisi (contoh 1-kloropropana dan 2-kloropropana)

(3)   Isomer gugus fungsi (contoh etanol dan dimetil eter)

 

Stereoisomer bukanlah bukanlah isomer struktur,mereka mempunyai urutan keterkaitan atom-atom yang sama. Stereoisomer hanya berbeda susunan atom-atomnya dalam ruang. Berdasarkan strukturnya stereoisomer digolongkan menjadi dua yaitu :

  1. Enantiomer adalah yang antara satu sama lain merupakan bayangan cermin
  2. Diastereomer adalah yang bukan merupakan bayangan cermin, contohnya adalah isomer cis dan trans

 

            Berdasarkan mudah tidaknya berubah dari satu stereoisomer ke stereoisomer yang lain, stereoisomer dikelompokan menjadi dua kelompok, yakni :

  1. Isomer-isomer konformasi / konfomer-konfomer yaitu mereka yang dapat berubah dari satu stereoisomer ke stereoisomer yang lain dengan hanya melalui pemuatan ikatan tunggal
  2. Isomer-isomer konfigurasi yaitu mereka yang hanya dapat berubah dari satu stereoisomer ke stereoisomer yang lain melalui pemutusan dan penyambungan kembali ikatan-ikatan kovalen.

 

  1. Enantiomer dan molekul kiral

 

                  Enantiomer hanya terjadi dengan senyawa-senyawa yang molekulnya kiral. Suatu molekul kiral didefenisikan sebagai molekul yang tidak superimposible (tidak dapat di himpitkan) di atas bayanagn cermin. Pemakaian kata kiral pada molekul dimaksudkan bahwa molekul tersebut mempunyai sifat ketanganan. Tangan kiri mempunyai bayanagn tangan  kanan, demikian pila sebaliknya. Tanag kanan merupakan tidak dapat dihimpitkan diatas tanagn kiri (tidak superimposible).

 

Molekul kiral dapat di perhatikan dengan senyawa yang relative sederhana. Sebagai contoh adalah 2-botanol.

                                                       OH

                                               

                                                CH3CHCH2CH3

Oleh kareana molekul 2-butanol adlah molekul kiral maka ada molekul 2-butanol yang berdeda dan molekul-molekul tersebut adalah entiomer-entiomer.

 

 

 

                  Karbon kiral adalah suatu atom karbon yang mengikat empat gugus yang berbeda. Dalam molekul 2-butanol karbon-2 adalah karbon kiral dan empat gugus berbeda yang terikat padanya adalah hidroksil, metal, etil, dan atom hydrogen.

 

                  Jika ada dua atau lebih gugus yang sama terikat pada suatu karbon tetrahedral, maka molekul tersebut adalah akiral dan superimposible terhadap bayangan cerminnya. Sebagai contoh adalah molekul 2-propanol.

 

 

Berdasarkan uraian di atas maka kita sampai pada kesimpulan yang telah dikemukakan oleh van’t Hoff :

  1. Hanya satu senyawa yang ditemukan oleh rumus CH3X
  2. Hanya satu senyawa yang ditemukan oleh rumus CH2X2
  3. Ada dua senyawa bersifat enantiometrik yang telah ditemukan untuk rumus CHXYZ.

 

  1. Bidang simetri

 

                  Cara lain untuk menentukan apakah suatu molekul kiral atau akiral adalah dengan melihat ada atau tidaknya bidang simetri dalam molekul. Bidang simetri adalah suatu bidang khayal yang membagi dua molekul sehingga bagian-bagian tersebut merupakan bayangan cermin antara satu dengan yang lainnya. Jika suatau molekul mempunyai bidang simetri maka molekul tersebut akiral, contohnya 2-kloropropana. Sebaliknya jika suatu molekul tidak memiliki bidang simetri maka molekul tersebut adalah akiral, contohnya 2-klorobutena.

 

 

 

 

  1. Proyeksi fisher

                              Ada dua cara menentukan bentuk tetrahedral, yaitu dalam tiga dimensi (cara perspektif), dngan dalam rumus dua dimensi (cara proyeksi). Rumus-rumus proyeksi memperlihatkan hanya dua dimensi, dimensi lain dibayangkan tegak lurus bidang kertase. Proyeksi yang luas digunakan karena kesederhanaannya adalah proyeksi fisher.

 

                  Perjanjian : garis horizontal menyatakan ikatan yang arahnya ke atas bidang kertas   (menuju pembaca), dan garis vertical menyatakan yang arahnya kebawa bidang kertas (menjauhi pembaca). Dalam proyeksi fisher, dua rumus

 

Menyatakan molekul yang sama. Selanjutnya rumus ini kita nyatakan dengan rumus prespektif :

 

Jika rumus ke dua kita putar 1800 searh jarum jam maka diperoleh rumus pertama.

 

Karena hanya dengan pemutaran salah satu rumus menghasilkan rumus yang kedua, maka kedua rumus benar menyatakan molekul yang sama.

  1. Tatanama stereoisomer

                              Sebel tahun 1951, konfigurasi molekul kiral yang dikenal adalah konvigurasi relative. Hal ini disebabkan karena pada saat itu belum ada metode yang dapat digunakan untuk menentukan konfigurasi mutlak senyawa yang bersifat aktif optik.

Untuk menggunakan konfigurasi relative suatu molekul kiral, digunakan gliseraldehida sebagai senyawa pembanding.

 

                              Molekul gliseraldehida mempunyai satu karbon kiral oleh karenanya mempunyai satu pasang entiomer. Satu enantiomer memuat bidang polarisasi cahaya ke kanan (searah jarum jam), dan dunyatakan sebagai (+)-gliserildehida. Enantiomer yang lain memutar bidang polarisasi ke kiri (bertentangan dengan arah jarum jam), dan enantiomer ini dinyatakan sebagai (+)-gliseraldehida. Dengan proyeksi fisher kedua entiomer ini dinyatakan sebagai berikut :

 

                              Proyeksi D dan L berasal dari kalahta latin, D (dexter) berarti kanan dan L (leavus), untuk menetukan yang manakah dari kedua proyeksi fisher itu (D dan L) yang memutar bidang polarisasi ke kanan (+) atau ke kiri (-) adalah suatu pekerjaan yang sulit dilakukan pada saat itu. Tidak ada hubungan yang sederhana antara penandaan rotasi (+ atau -) dengann konfigurasi (D dan L). oleh karenanya diambil keputusan secara acak, yaitu konfigurasi D untuk (+)-gliseraldehida dan konfigurasi L untuk (+)-gliseraldehida. Pada tahun 1951 diketahui bahwa pengambilan keputusan ini adalah benar. Akhirnya banyak sekali senyawa yang ditentukan berdasarkan konfigurasi enantiomer gliseraldehida.

                              Suatu kesulitan yang muncul karena tidak semua senyawa jelas hubungannya dengan gliseraldehida. Untuk senyawa-senyawa :

 

Jelas semuanya adalah D. akan tetapi untuk senyawa seperti berikut :

 

Tidak jelas apakah D atau L

                              Masalah tersebut diatas telah diselesaikan oleh orang kimiawi yaitu professor R. S. Chan (inggris), dan V. Prelog (switzerlan). Mereka membuat suatu system tambahan untuk system IUPAC. System ini disebut system R-S atau dikenal dengan system Chan-Ingold dan prelog. Menurut system ini, enantiomer-enantiomer 2-butanol masing-masing dikenal sebagai R-2-botanol. R berasal dari kata rectus yang berarti kanan dan S berasal dari kata sinister yang berarti kiri. Adapun cara penentuan R dan S adalah sebagai berikut :

  1. Setiap gugus yang terikat langsung pada atom karbon kiral diberi perioritas-nperioritas sesuai dengan urutan a,b,c, dan d. prioritas didasarkan kepada nomor atom dari atom yang terikat langsung pada karbon kiral. Atom dengan nomor atom paling besar adalah prioritas utama (a) dan paling rendah adalah prioritas terakhir.
  2. Jika dua gugus dimana atom-atom yang terikat langsung pada karbon kiral mendapat prioritas yang sama, maka prioritas ditentukan pada perbedaan atom urutan berikutnya.

 

 

 

  1. Sekarang kita putar rumus (model) sedemikian sehingga gugus dengan prioritas terendah (d) terarah menjauh dari mata kita

                  

 

 

  1. Selanjutnya kita putar dari (a) ke (b) ke (c). jika ternyata pemutaran searah dengan arah perputaran jarum jam maka dikatakan bahwa molekul berkonfigurasi R sedangkan jika berlawanan dengan arah jarum jam maka molekul berkonfigurasi S. enantiomer 2-botanol diatas adalah R-2-butanol.
  2. Untuk menentukan prioritas gugus-gugus yang mengandung ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terlebih dahulu kita ekuivalenkan gugus-gugus tersebut seperti berikut :

 

 

Dimana atom-atom di dalam kurung menyatakan duplikat atau triplikat atom pada ujung ikatan rangkap. Jadi gugus vinil (-CH=CH2) lebih diprioritaskan pada gugus isopropyl (-CH(CH3)2)

 

 

  1. Sifat-sifat stereoisomer : aktivitas optic

 

  1. Bidang polarisasi cahaya

Cahaya adalah suatu fenomena elektromagnetik. Suatu berkas cahaya mengandung dua medan getaran yang saling tegak lurus : satu medan getaran listrik dan satu medan getaran magnet. Medan dimana getaran listrik dan magnet terjadi juga tegak lurus terhadap arah rambat cahaya.

 

 

Getaran medan listrik dimungkinkanterjadi pada semua bidang yang tegak lurus terhadap arah rambat cahaya

 

Gamabar getaran medan listrik cahaya asli yang terjadi pada semua medan yang tegak lurus terhadap arah rambat cahaya (A) dan bidang polarisasi cahaya

  1. Polarimeter

Alat yang digunakan untuk mengukur pengaruh cahaya bidang polarisasi terhadap senyawa yang bersifat aktif optos adalah polimeter. Prinsip kerja bagian-bagian polimeter adalah (1) sumber cahaya (biasanya lampu natrium), (2) polarizer, (3) tabung untuk wadah senyawa aktif optis, (4) analyzer, (5) skala untuk mengukur besarnya derajat pemutaran bidang polarisasi. Polarisasi cahaya searah dengan jarum jam juga dinamakan dextrootatory dan berlawanan dengan arah jarum jam dinamakan levorotatory.

 

  1. Rotasi spesifik

Besarnya derajat pemutaran bidang polarisasi tergantung pada jumlah molekul kiral yang ditemukan cahaya bidang terpolarisasi. Dengan demikian tergantung pada panjang tabung dan konsentrasi larutan enantiomer. Kimiawan menggunakan ukuran pemutaran rotasi standar yang disebut rotasi spesifik [α] dengan rumus :

 

Dengan [α] = rotasi spesifik

                a  = rotasi teramati

                 c = konsentrasi larutan dalam gram per milliliter (atau kerapatan dalam

                        g/ml untuk cairan murni)

                                   l = panjang tabung dalam desimeter (1 dm = 10 cm)

rotasi spesifik juga tergantung pada temperature dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Rotasi spesifik dilaporkan sebagai harga yang tak terpisahkan dengan harga-harga tersebut. Rotasi spesifik R-2-butanol dan S-2-butanol dibarikan sebagai berikut :

 

Gambar rotasi spesifik R-2-butanol dan S-2-butanol

                  Nilai pada gambar mengandung arti bahwa digunakan garis D lampu natrium sebagai sumnber cahaya, tenperatur 250 C, dan mengandung contoh zat optic 1 g/ml dalam tabung 1 dm, dan menghasilkan rotasi sebesar 3,12 dalam arah searah jarum jam.

                  Pada contoh tersebut telihat bahwa tidak ada hubungan mutlak antara konfigurasi enantiomer dengan arah rotasi bidang polarisasi cahaya. Namun dapat disimpulkan bahwa jika suatu enantiomer memutar bidang polarosasi cahaya ke kanan maka enantiomer yang merupakan bayangan cerminnya memutar bidang polarisasi cahaya ke kiri.

 

  1. Molekul dengan lebih dari satu karbon kiral

 

Banyak molekul organic terutama yang mempunyai peranan penting dalam biologi, mengandung lebih dari satu karbon kiral, sebagai contoh adalah kolesterol yang mempunyai 8 kerbon kiral. Untuk mempelajari sifat aktif optic molekul-molekul seperti itu, milai dari molekul yang paling sederhana, yaitu molekul karbohidrat :

 

 

Jumlah total stereoisomer yang dapat ada tidak lebih dari 2n dimana n adalah jumlah karbon kiral. Untuk rumus struktur diatas, jumlah stereoisomer yang diharapkan tidak akan lebih dari 4 (22=4)

 

                      Oleh karena struktur 1 dan 2 bukan superimposable maka struktur tersebut menyatakan senyawa-senyawa yang berbeda. Karena stuktur 1 dan 2 hanya berbeda susunannya dalam ruang maka struktur itu adalah stereoisomer-stereoisomer. Struktur 1 dan 2 juga merupakan bayangan cermin satu sama lain, maka (1) dan (2) manyatakan enantiomer. Struktur 3 dan 4 juga merupakan enantiomer satu sama lain. Struktur satu sampai 4 semuanya berbeda. Jadi total ada 4 stereoisomer. Struktur yang lain mungkin dapat dibuat tapi struktur itu adalah sama dengan salah satu struktur-struktur diatas (harus diingat bahwa molekul-molekuldapat berputar secara keseluruhan, dan pada temperature kamar, ikatan-ikatan tunggal dapat pula berputar).

                      Struktur 1 dan 3 bukan merupakan bayangan cermin satu sama lainnya, demikian pula antara struktur 2 dan 4, atau antara struktur 1 dan 4 serta antara struktur 2 dan 3. Hubungan struktur-struktur semacam ini dinyatakan sebagai diastereoisomer-diastereoisomer. 

 

  1. Senyawa-senyawa meso

Suatu struktur dengan dua karbon tidak tidak akan selalu memberikan 4 stereoisomer kadang-kadang hanya 3. Kejadian ini disebabkan oleh karena beberapa molekul mempunyai pusat-pusat kiral secara keseluruhan adalah akiral.

Untuk mengerti hal diatas, kita tinjau struktur berikut :

 

Kita mulai menulis salah satu struktur stereoisomerdengan struktur bayangan cerminnya. Struktur A dan B adalah tidak superimposible dan menyatakan 1 pasang enantiomer.

 

 

 

Jika kita menulis struktur C dengan bayangan cerminnya D seperti berikut maka situasinya berbeda. Dua struktur itu adalah superimposible. Ini berarti bahwa C dan D bukan menyatakan pasangan enantiomer. Rumus C dan D menyatakan dua orientasi yang berbeda dari senya yang sama.

 

 

 

Jika struktur C diputar 1800 dari ujung ke ujung maka diperoleh struktur D. molekul C (atau D) bukan kiral meskipun mengandung karbon kiral. Molekul akiral yang mengandung pusat-pusat kiral disebut senyawa meso. Senyawa meso bersifat tak aktif optic. Kita dengan mudah mengetahui ke-tak-kiralan struktur C (atau D) dengan melihat bahwa molekul tersebut mempunyai bidang simetrik.

 

 

  1. Tatanama senyawa-senyawa yang mempunyai lebih dari satu karbon kiral

                Jika suatu senyawa mempunyai lebih dari 1 karbon kiral, kita dapat menganalisis masing-masing pusat kiralnya secara terpisah, apakah dia R atau S. kemudian tanda tersebut digunakan bersama dengan karbon kiralnya dalam pemberian nama senyawa tersebut. Sebagai contoh salah satu stereoisomer 2,3-butandiol

 

 

Atom C-2 dari senyawa diatas berkonfigurasi R dan atom C-3 juga berkonfigurasi R, sehingga nama senyawa tersebut adalah (2R, 3R)-2,3-butandiol.

 

  1. Pemisahan enantiomer-enantiomer

Proses untuk pemisahan resemik menjadi enantiomer (+) dan (-) dinamakan resolusi. Untuk memisahkan dua enantiomer, maka harus direaksikan dengan pereaksi kiral. Hasilnya merupakan diastereomer dan ini memberikan semua sifat-sifat yang berbeda (sifat ke kiralan dan ke akiralan), sehingga dapat dipisahkan melalui metode-metode yang umum. Prinsip ini dituliskan sebagai berikut :

Sepasang enantiomer    pereaksi kiral     diastrereomer (dapat dipisahkan)           

   R                                                          R – R

                     +              R    

                       S                                                            S – R

Sebagai contoh kita aakan memisahkan R dan S asam laktat. Kita reaksikan campuran ini dengan basa kiral. Banyak basa semacam ini yang terdapat di alam, seperti striknin dan kuanin. Asam dan basa bereaksi membentuk garam.

 

 

                   ( R )-asam                                        (R,S)-garam

                                           + (S)-basa                  

                   (S)-asam                                            (S,S)-garam

 

                      Kemudian garam-garam stereoisomer dapat dipisahkan melalui kristalisasi bertahap. Melalui reaksi dengan asam kuat seperti HCl. Garam-garam ini membebaskan enantiomer-enantiomer kembali.

(R,S)-garam + HCl         ( R )-asam + (S)-basa H+Cl

(S,S)-garam + HCl         (S)- asam + (S)- basa    H+Cl

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

 

  • Stereokimia adalah studi mengenai molekul-molekul dalam ruang tiga dimensi-yakni bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul ditata dalam ruangan satu relative terhadap yang lain.
  • Isomer-isomer adalah senyawa-senyawa yang berbeda tapi rumus molekulnya sama. Isomer structural didefenisikan sebagai senyawa-senyawa dengan rumus molekul yang sama tetapi dengan urutan penetapan atom-atom yang berbeda.
  • Stereoisomer bukanlah bukanlah isomer struktur,mereka mempunyai urutan keterkaitan atom-atom yang sama. Stereoisomer hanya berbeda susunan atom-atomnya dalam ruang.
  • Enantiomer hanya terjadi dengan senyawa-senyawa yang molekulnya kiral. Suatu molekul kiral didefenisikan sebagai molekul yang tidak superimposible (tidak dapat di himpitkan) di atas bayanagn cermin.
  • Bidang simetri adalah suatu bidang khayal yang membagi dua molekul sehingga bagian-bagian tersebut merupakan bayangan cermin antara satu dengan yang lainnya.
  • Proyeksi yang luas digunakan karena kesederhanaannya adalah proyeksi fisher.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Tim dosen kimia, 2013. Kimia organic. MKU unhas, Makassar.

 

sejarah farmakologi toksikologi

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. LATAR BELAKANG

 

 

Farmakologi bersaral dari kata “pharmacon” (obat) dan “logos” (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.

Pada mulanya farmakologi mencakup berbagai pengetahuan tentang obat yang meliputi: sejarah, sumber, sifat-sifat fisika dan kimiawi, cara meracik, efek fisiologi dan biokimiawi, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotranformasi dan ekskresi, serta penggunaan obat untuk terapi dan tujuan lain.
Dewasa ini didefinisikan sebagai studi terintegrasi tentang sifat-sifat kimia dan organisme hidup serta segala aspek interaksi mereka.Atau Ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan organisme hidup

TOKSIKOLOGI
Ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan

Definisi obat                

•    Obat adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991)

•    Obat adalah substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk keuntungan si penerimanya (WHO,1966)

setiap zat kimia (alami maupun sintetik) selain makanan yang mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis, maupun biokimiawi

 

Tujuan Pengobatan ?

􀂾 Penetapan diagnosa, pencegahan (preventif), dan penyembuhan (kuratif), simtomatik

􀂾 Pemulihan kembali (rehabilitatif) dan peningkatan kesehatan (promotif)

􀂾 Kontrasepsi

 

 

  1. TUJUAN

 

Mengetahui dan memahami farmakologi toksikologi secara umum

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

ISI

 

Definisi Farmakologi

 

Farmakologi (Pharmakon = obat, logos = ilmu) 

v  ilmu tentang obat.

v  ilmu yang mempelajari interaksi obat dgn organisme hidup

v  studi terintegrasi ttg sifat-sifat zat kimia dan organisme hidup serta segala aspek interaksinya

Semula merupakan bagian dari ilmu fisiologi kedokteran

Cabang ilmu kedokteran yang mandiri (th 1907)

Mendukung pelayanan kefarmasian

Farmakologi untuk farmasis

 

Defenisi toksikologi

toksikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap makluk hidup. Pengertian toksikologi bukan hanya mengenai racun ketubuh tetapi juga obat-obatan. Toksikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang melibatkan antara lain, ilmu-ilmu bidang biologi,kimia, patologi, fisiologi, farmakolohi, kesehatan masyarakat dan imunologi. Untuk mengetahui apakah bahan kimia dapat dikategorikan sebagai bahan beracun (toksik) maka harus diketahui lebih dahulu kadar fasilitasnya.

Tokrisitas adalah ukuran relatif derajad racun antara suatu bahan kimia dengan bahan kimia lain pada organisme yang sama.

 

Sejarah Farmakologi

 

Sejarah perkembangan farmakologi dapat dibagi menjadi dua periode:

1. Periode kuno, periode ini ditandai dengan observasi empirik penggunaan obat glubal (crude drugs).

    • Periode kuno (sebelum th 1700)

– Ditandai dengan observasi empirik penggunaan obat

􀃆 dapat dilihat di Materia Medika

– Catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina dan Mesir

– Claudius Galen (129–200 A.D.) 􀃆 orang pertama yg mengenalkan bahwa teori dan pengalaman empiric berkontribusi seimbang dlm penggunaan obat

• Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau Paracelsus

􀃆All things are poison, nothing is without poison; the dose alone causes a thing not to be poison.”

• Joha

nn Jakob Wepfer (1620–1695) 􀃆 the first to verify by animal experimentation assertions about pharmacological or toxicological actions

2. Periode modern, farmakologi modern didasarkan atas penelitian eksperimental tentang tempat dan cara kerja obat.

Perkembangan farmakologi dipacu oleh perkembangan kimia organik sintesis yang memungkinkan membuat senyawa kimia untuk ”alat penelitian” dan sebagai sarana terapi (obat) baru.
Ahli-ahli yang dianggap berjasa dalam mengembangkan farmakologi antara lain :

– Francois Magendie (1763-1855) yang mempelopori pendekatan eksperimental untuk mempelajari farmakologi maupun fisiologi.
– Claude Bernard (1813-1893) yang pertama kali menunjukkan dan menjelaskan bagaimana obat menimbulkan efeknya dalam tubuh.

Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.
Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
            Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.

            Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia. Institut Farmakologi pertama didirikan pada th 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia).

            Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838- 1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman. Sumber obat Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita.

 

Cabang-cabang Ilmu farmakologi

Ada beberapa cabang farmakologi,yakni :

FARMAKOKINETIKA
Studi tentang absorpsi, distribusi, dan biotransformasi serta eksresi (eliminasi)
Atau Pengaruh organisme hidup terhadap obat Atau Penanganan obat oleh organisme hidup
FARMAKODINAMIKA
Studi tentang tempat dan mekanisme kerja serta efek fisiologik dan biokimiawi obat pada organisme hidup Atau Pengaruh obat terhadap organisme hidup

FARMAKOTERAPI
Merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit

FARMAKOGNOSI
Cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat

KHEMOTERAPI
Cabang ilmu farmakologi yang mempelajari pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen termasuk pengobatan neoplasma

TOKSIKOLOGI
Ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan

FARMASI
Suatu sistem yang memberikan pelayanan kesehatan dengan perhatian khusus pada pengetahuan tentang obat dan efeknya pada manusia dan hewan

 

v  DEFENISI dan JENIS OBAT 

Definisi obat                

•    Obat adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991)

•    Obat adalah substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk keuntungan si penerimanya (WHO,1966)

•    Obat dalam arti yang lebih spesifik setiap zat kimia selain makanan yang mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup

•    Obat Esensial

adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak

•    Obat Generik

adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia (FI) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya

•    Obat Paten

adalah obat dengan nama yang merupakan milik produsen yang bersangkutan

•    Obat Plasebo

adalah oabt buatan yang tidak mengandung zat berkhasiat atau obat yang tidak berkhasia.

•    Obat tradisional

adalah obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuhan, hewan maupun mineral dari alam secara murni, yang dibuat dan diolah secara sederhana berdasarkan turun temurun, dimana efek, dosis dan bentuknya sangat bervariasi dalam penggunaannya

 

 

 

v  PENGGOLOGAN OABAT

Golongan oabat adalah penggolongan yang dimaksud untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi nya,

terdiri dari: 

•Obat bebas

Obat dijual bebas, tersebar diapotik sampai diwarung, mempunyai logo berwarna Hijau

•Obat Bebas Terbatas

Obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P)

Dijual bebas mempunyai logo berwarna Biru

•Obat Keras (Daftar G = Gevaarijk = berbahaya)

Obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, mempunyai logo berwarna Merah

•Obat Narkotika ( Daftar O = Opiat)

yaitu obat yang termasuk golongan narkotik dengan turunannya, psikotropik dan anastesi lokal maupun umum, untuk memperolehnya harus denagan resep dokter dan apotik wajib melaporkannya.

 

 

 

v  Asal obat

Obat diperoleh:

•    Tumbuhan ……….………Kuinin

•    Hewan ………………….. Insulin

•    Mineral………………….. Koalin

•    Mikroorganisme…………Penisilin

•    Sintesa…………………….Sulfonamida

 

v  SEDIAAN OBAT

 

Obat dapat diberikan dengan berbagai macam cara :

    Jika dikaitkan dengan saluran cerna, maka:

1.Enteral

    cara pemberian obat melalui jalur saluran cerna atau saluran oral-gastrointestinal, dimulai dari mulut sampai poros usus (rektum)

•   P.O

•   Sublingual

•   Rektal        

 

2. Parenteral

     Cara pemberian dengan menempatkan obat diluar saluran cerna, meliputi:

•    Topikal

•    Injeksi (intrsdermsl, subkutan, intramuskular, i.v. dsb.

•    Inhalasi

Jika dikaitkan dengan sistem vaskuler, pemberian obat dapat diklasifikasikan menjadi:

1.    Intravaskuler

        menempatkan obat langsung kedalam aliran darah (mis: i.v.)

2.  Ekstra-vaskuler

        pemberian atau penempatan obat diluar atau tidak langsung ke sistem aliran darah (mis: p.o.,i.m.,)

 Sediaan obat melalui oral

•    Bentuk obat padat

     a.  Tablet

            – Tablet kempa,

            – Tablet kunyah

            – Tablet salut :

     salut gula,  salut film polimer, salut enteric, salut yang tahan terhadap asam lambung, salut yang hanya hancur di usus.

            – Tablet efervesen : dilarutkan dalam air       

     b. Kapsul

            – Kapsul gelatin keras : ada wadah dan tutup

            – Kapsul gelatin lunak : Buatan pabrik  langsung

     c. Serbuk

            – serbuk terbagi : satu bungkus untuk satu dosis

            – serbuk tak terbagi : serbuk banyak seperti bedak

            – serbuk efervesen : dilarutkan dalam air

•    Bentuk obat cair

     a. Larutan             : jika tidak disebut lain pelarut adalah air

     b. Sirup      : larutan obat dalam larutan  gula

     c. Emulsi   : campuran dua zat yang tidak saling campur ( tipe                            

o/w atau w/o)

d. Suspensi oral : campuran obat padat terbagi halus yang terdispersi  dalam medium      cairan

v  Sediaan obat melalui parenteral

Wadah untuk larutan injeksi dapat berupa :

•         ampul, 1ml, 2ml, 5ml, 10ml.

•         Vial atau Flakon, tertutup karet atau alumunium

•         Botol infus, 500ml.

v  Macam bentuk sediaan parenteral

•         Berupa larutan dalam air

•         Larutan dalam minyak

•         Solutio petit (Mis: injeksi luminal)

•         Suspensi obat padat dalam aqua

•         Suspensi dalam minyak

•         Emulsi

•         Kristal steril yang dilarutkan dalam aqua steril

•         Cairan invus intravena

•         Cairan untuk diagnosa

Macam rute parenteral:

1. Injeksi intrakutan/intradermal:

        disuntikan sedikit ke dalam kulit

2. Injeksi subkutan/hipodermik :

        disuntikan dibawah kulit

3. Injeksi intramuskular :

        disuntikan kedalam otot

4. Injeksi intravena :

        disuntikan kedalam pembuluh vena

5. Injeksi intratekal/intraspinal/intradural :

        disuntikan kedalam sumsum tulang belakang

6. Injeksi intraperitonial:

     disuntikan kedalam perut, sudah jarang dilakukan

7. Injeksi peridural, ektradural, epidural:

     disuntikan ke lapisan penutup otak

8. Injeksi intrasisternal:

     disuntikan ke sumsum tulang belakang dasar otak

9. Injeksi intrakardial:

     disuntikan langsung ke dalam jantung

v  Penggunaan obat melaui inhalasi

Obat bentuk gas atau uap diabsorpsi sangat cepat melaui Hidung, Trachea,

Paru-paru, dan selaput lendir pada perjalanannya.

Cara lama: anestesi dituangkan pada kain kasa sebagai tutup hidung, uap yang ada diisap.

Cara medern : menggunakan tutup hidung dan dipasangkan ke mesin

v  Penggunaan obat melalui selaput lendir

•         Tablet bukal

•         Tablet sublingual

•         Permen larut dalam mulut

•         Tablet hipodermik

•         Tablet implantasi

•         Okulenta    : salap mata

•         Larutan mata

•         Suspensi hidung

*     Tetes hidung

*      Tetes telinga

*       Supositoria   : melalui dubur

*      Basila           : melalui saluran kencing

*      Tablet oval vagina

v  Penggunaan obat topical pada kulit

1.      Bentuk obat padat untuk penggunaan topikal adalah serbuk yang tujuannya menyerap lembab, mengurangi geseran antar dua lipatan kulit dan sebagai bahan pembawa obatnya.

 

2.    Bentuk obat cair untuk penggunan topical :

    sediaan basah seperti kompres, celupan dan  untuk mandi : larutan  Rivanol, larutan P.K  (Permanganas Kalicus) 

Lotion, digunakan untuk efek menyejukan, tidak digunakan pada luka berair

            Linimen, suatu larutan dalam alkohol atau minyak

3.  Bentuk obat semi/setengah padat pada penggunaan topical

            – salap, digunakan untuk kulit

            – krim, mengandung banyak air

            – pasta,

            – Jeli

4. Bentuk obat aerosol untuk penggunaan topical

            – Aerosol semprotan pembasah atau   permukaaan

            – Aerosol aliran semprotan

 – Aerosol busa

 

BAB III

KESIMPULAN

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.

Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.
Jadi, macam – macam jenis farmakologi.

v   TOKSIKOLOGI,lmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan

v  Obat adalah substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk keuntungan si penerimanya (WHO,1966)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

makalah atom

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Sejarah perkembangan teori atom dimulai pada sekitar abad kelima sebelum masehi oleh seorang ahli filsafat  Yunani, Democritus (sekitar tahun 460-370 SM). Democritus mengekspresikan gagasannya bahwa semua materi tersusun atas partikel-partikel yang sangat kecil dan tidak dapat dibagi-bagi yang disebut atomos (yang berarti tidak dapat dibagi-bagi). Meskipun gagasan Democritus saat itu tidak dapdat diterima oleh para ahli filsafat lainnya seperti Plato dan Aristoteles, konsepnya tetap bertahan selama beberapa abad. Pada tahun 1808, ilmuwan Inggris, John Dalton merumuskan defenisi yang tepat tentang partikel-partikel yang tidak dapat dibagi-bagi dan disebut atom.

Konsep atom Dalton lebih terperinci daripada konsep Democritus. Hipotesis pertama menyatakan bahwa atom dari suatu unsur berbeda dengan atom dari unsur lain. Dalton tidak menjelaskan struktur dan komposisi dari atom, ia tidak mempunyai ide seperti apa atom itu sebenarnya tetapi ia menyadari bahwa sifat-sifat yang berbeda yang ditunjukkan oleh unsur-unsur seperti hidrogen dan oksigen dapat dijelaskan dengan menganggap bahwa atom-atom hidrogen tidak sama dengan atom-atom oksigen.

B. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui materi-materi tentang struktur atom dan bentuk molekul

C. Rumusan Masalah

  1. Apa itu atom dan struktur atom ?
  2. Partikel-partikel apa saja yang menyusun atom ?
  3. Apa itu molekul ?
  4. Bagaimana bentuk struktur Lewis ?

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.     Perkembangan Model Atom

Istilah atom bermula dari zaman  Leukipos dan Demokritus yang mengatakan bahwa benda yang paling kecil adalah atom. Atom berasal dari bahasa Yunani yaitu atomos, a artinya tidak dan  tomos artinya dibagi. Model atom mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan berdasarkan fakta-fakta eksperimen. Walaupun model atom telah mengalami modifikasi, namun gagasan utama dari model atom tersebut tetap diterima sampai sekarang. Perkembangan model atom dari model atom Dalton sampai model atom mekanika kuantum yaitu sebagai berikut:

 

1) Model Atom John Dalton

Pada tahun 1808, John Dalton yang merupakan seorang guru di Inggris, melakukan perenungan tentang atom. Hasil perenungan Dalton menyempurnakan teori atom Democritus. Bayangan Dalton dan Democritus adalah bahwa atom berbentuk pejal. Dalam renungannya Dalton mengemukakan postulatnya tentang atom:

a. Setiap unsur terdiri dari partikel yang sangat kecil yang dinamakan dengan atom

b. Atom dari unsur yang sama memiliiki sifat yang sama

c.  Atom dari unsur berbeda memiliki sifat yang berbeda pula

d. Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain dengan reaksi kimia, atom tidak dapat dimusnahkan dan atom juga tidak dapat dihancurkan

e. Atom-atom dapat bergabung membentuk gabungan atom yang disebut molekul

f.   Dalam senyawa, perbandingan massa masing-masing unsur adalah tetap

g. Reaksi kimia merupakan proses penggabungan atau pemisahan atom dari unsur-unsur yang terlihat.

Ø Teori atom Dalton ditunjang oleh 2 hukum alam yaitu :

a.   Hukum Kekekalan Massa ( hukum Lavoisier ) : massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.

b.  Hukum Perbandingan Tetap ( hukum Proust ) : perbandingan massa unsur-unsur yang menyusun suatu zat adalah tetap.

 

Ø Kelemahan Model Atom Dalton :

a.   Tidak dapat membedakan pengertian atom den molekul. Dan atom ternyata bukan partikel yang terkecil.

b.  Tidak dapat menjelaskan perbedaan antara atom unsur yang satu dengan unsur yang lain

c.   Tidak dapat menjelaskan sifat listrik dari materi

d.  Tidak dapat menjelaskan cara atom-atom saling berikatan

 

2) Model Atom J.J. Thompson

Pada tahun 1897, J.J Thomson mengamati electron. Dia menemukan bahwa semua atom berisi elektron yang bermuatan negatif. Dikarenakan atom bermuatan netral, maka setiap atom harus berisikan partikel bermuatan positif agar dapat menyeimbangkan muatan negatif dari elektron. Menurutnya atom :

a.   atom merupakan suatu bola bermuatan positif dan di dalamnya tersebar elektron-elektron seperti kismis.

b.  jumlah muatan positif sama dengan muatan negatif, sehingga atom bersifat netral.

Ø Kelebihan Model Atom Thomson

Membuktikan adanya partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom. Berarti atom bukan merupakan bagian terkecil dari suatu unsur.

Ø Kelemahan Model Atom Thomson

Model Thomson ini tidak dapat menjelaskan susunan muatan positif dan negatif dalam bola atom tersebut.

 

3) Model Atom Rutherford

Rutherford melakukan penelitian tentang hamburan sinar α pada lempeng emas. Hasil pengamatan tersebut dikembangkan dalam hipotesis model atom Rutherford.

a.   atom terdiri dari inti atom yang sangat kecil dengan muatan positif yang massanya merupakan massa atom tersebut.

b.  elektron-elektron dalam atom bergerak mengelilingi inti tersebut.

c.   banyaknya elektron dalam atom sama dengan banyaknya proton dalam inti dan ini sesuai dengan nomor atomnya.

 

Ø Kelemahan Model Atom Rutherford :

a. Menurut hukum fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Akibatnya, lama-kelamaan elektron itu akan kehabisan energi dan akhirnya menempel pada inti.

b. Model atom rutherford ini belum mampu menjelaskan dimana letak elektron dan cara rotasinya terhadap ini atom.

c.  Elektron memancarkan energi ketika bergerak, sehingga energi atom menjadi tidak stabil.

d. Tidak dapat menjelaskan spektrum garis pada atom hidrogen (H).

 

4) Model Atom Niels Bohr

Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan pendapatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan-lintasan tertentu yang disebut kulit atom. Model atom Bohr merupakan penyempurnaan dari model atom Rutherford.

a.   Elektron-elektron dalam mengelilingi inti berada pada tingkat-tingkat energy (kulit) tertentu tanpa menyerap atau memancarkan energy.

b.  Elektron dapat berpindah dari kulit luar ke kulit yang lebih dalam dengan memancarkan energi, atau sebaliknya.

Ø Kelemahan Model Atom Niels Bohr :

a.   Hanya dapat menerangkan spektrum dari atom atau ion yang mengandung satu elektron dan tidak sesuai dengan spektrum atom atau ion yang berelektron banyak.

b.  Tidak mampu menerangkan bahwa atom dapat membentuk molekul melalui ikatan kimia.

 

5) Model Atom Modern

Dikembangkan berdasarkan Teori Mekanika Kuantum yang disebut mekanika gelombang; diprakarsai oleh 3 ahli yaitu :

a. Louis Victor de Broglie

Menyatakan bahwa materi mempunyai dualisme sifat yaitu sebagai materi dan sebagai gelombang.

b. Werner Heisenberg

Mengemukakan prinsip ketidakpastian untuk materi yang bersifat sebagai partikel dan gelombang. Jarak atau letak elektron-elektron yang mengelilingi inti hanya dapat ditentukan dengan kemungkinan – kemungkinan saja.

c. Erwin Schrodinger (menyempurnakan model Atom Bohr)

Berhasil menyusun persamaan gelombang untuk elektron dengan menggunakan prinsip mekanika gelombang. Elektron-elektron yang mengelilingi inti terdapat di dalam suatu orbital yaitu daerah 3 dimensi di sekitar inti dimana elektron dengan energi tertentu dapat ditemukan dengan kemungkinan terbesar.

Ø Model Atom Modern :

1. Atom terdiri dari inti atom yang mengandung proton dan neutron sedangkan elektron-elektron bergerak mengitari inti atom dan berada pada orbital-orbital tertentu yang membentuk kulit atom.

2. Orbital yaitu daerah 3 dimensi di sekitar inti dimana elektron dengan energi tertentu dapat ditemukan dengan kemungkinan terbesar.

3. Kedudukan elektron pada orbital-orbitalnya dinyatakan dengan bilangan kuantum.

a. Orbital digambarkan sebagai awan elektron yaitu : bentuk-bentuk ruang dimana suatu elektron kemungkinan ditemukan.

b. Semakin rapat awan elektron maka semakin besar kemungkinan elektron ditemukan dan sebaliknya.

 

  1. B.     Partikel Penyusun Atom

1)      Elektron

Faraday (1834), menemukan bahwa materi dan lsitrik adalah ekivalen. Penemuan elektron dimulai dengan pembuatan sinar katoda oleh J. Plucker (1855) dan dipelajari lebih lanjut oleh W. Crookers (1975), dan J.J. Thomson (1879). Elektron merupakan partikel pembentuk atom yang tidak mempunyai massa dan bermuatan -1

2)      Proton

Proton merupakan partikel pembentuk atom yang mempunyai massa sma        dengan satu sma (amu) dan bermuatan +1.

3)      Neutron

Neutron merupakan partikel pembentuk atom yang bermassa satu sma (amu) dan netral.

 

 

Partikel

Penemu

Letak

Muatan

 

e

p

n

 

Notasi

Elektron

Thomson

Mengelilingi inti

-1

0

-1

Proton

Goldstein

Dalam inti

+1

1

1

Neutron

Chadwick

Dalam inti

0

1

0

 

 

  1. C.     Nuklida
    1. Isotop

Isotop adalah Atom-atom dengan nomor atom sama tetapi nomor massa berbeda

Contoh: Isotop oksigen :  816 O ;  817 O ;  818 O

  1. Isobar

Isobar adalah atom-atom dengan nomor atom berbeda, tetapi nomor massa sama

Contoh: 2759 CO dengan 2859 Ni

  1. Isoton

Isoton adalah atom-atom dengan nomor atom dan nomor massa berbeda tetapi jumlah neutronnya sama

Contoh: 613 C dengan 714 N

  1. Notasi Unsur ( Nomor Atom dan Massa Atom )

Henry Gwyn-Jeffreys mengusulkan istilah nomor atom (Z) untuk menyebutkan jumlah proton. Massa atom ataau nomor massa (A) untuk menyebutkan jumlah nucleon ( jumlah proton + neutron ) dalam inti atom.

 Cara penulisan nomor atom (Z) dan massa atom (A)

                       ZX

     X = tanda atom (unsur)

     A = nomor atom

     Z = massa atom

Nomor atom (Z) = jumlah electron (e) = jumlah proton (p)

Massa atom (A) = jumlah proton + neutron

Jumlah neutron = A – Z

Pada atom netral, berlaku: jumlah elektron = jumlah proton.

Contoh :

1. Tentukan jumlah elektron, proton den neutron dari unsur 2656 Fe !

Jawab :

Jumlah elektron = jumlah proton = nomor atom = 26

Jumlah neutron = bilangan massa – nomor atom = 56 – 26 = 30

2. Berikan notasi unsur X, jika diketahui jumlah neutron = 14 dan        jumlah elektron = 13 !

Jawab :

Nomor atom = jumlah elektron = 13
Bilangan massa = jumlah proton + neutron = 13 + 14 = 27

Jadi notasi unsurnya :  1327 X

 

  1.  Atom Tak Netral

Atom Tak Netral adalah atom yang bermuatan listrik karena kelebihan atau kekurangan elektron bila dibandingkan dengan atom netralnya.

Ø Atom bermuatan positif bila kekurangan elektron, disebut kation.

Ø Atom bermuatan negatif bila kelebihan elektron, disebut anion.

Contoh:

Ø Cl : anion dengan kelebihan 1 elektron

Ø O2 : anion dengan kelebihan 2 elektron

Ø Na+ : kation dengan kekurangan 1 elektron

Ø Mg2- : kation dengan kekurangan 2 elektron

3.  BILANGAN KUANTUM

Untuk menentukan kedudukan suatu elektron dalam atom, digunakan 4 bilangan kuantum.

1) Bilangan Kuantum Utama (n), yaitu menyatakan nomor kulit.

a. Elektron pada kulit ke-1 memiliki harga n = 1

b. Elektron pada kulit ke-2 memiliki harga n = 2

c.  Elektron pada kulit ke-3 memiliki harga n = 3

2) Bilangan Kuantum Azimuth (l), yaitu menyatakan nomor subkulit.

a. Elektron pada subkulit s memiliki harga l = 0

b. Elektron pada subkulit p memiliki harga l = 1

c.  Elektron pada subkulit d memiliki harga l = 2

d. Elektron pada subkulit f memiliki harga l = 3

 

 

3) Bilangan Kuantun Magnetik (m), yaitu menyatakan nomor orbital.

Subkulit

Harga masing-masing orbital

s ( l = 0 )

p ( l = 1 )

d ( l = 2 )

f ( l = 3 )

0

-1, 0, +1

-2, -1, 0, +1, +2

-3, -2, -1, 0, +1, +2, +3

Harga m berkisar antara – l sampai + l.

4) Bilangan Kuantum Spin (s), yaitu menyatakan arah rotasi elektron.

s = +  ↑↓ s = –

Elektron bergerak di sekitar sumbu melewati pusatnya. Kedua arah spin menunjukkan harga yang mungkin untuk bilangan kuantum.

Elektron-elektron pada kulit yang sama memiliki harga n yang sama.

Elektron-elektron pada subkulit yang sama memiliki harga n dan l yang sama.

Elektron-elektron pada orbital yang sama memiliki harga n, l, dan m yang sama dan harga s yang berbeda.

 

  1. Konfigurasi Elektron

Dalam setiap atom telah tersedia orbital-orbital, akan tetapi belum tentu semua orbital ini terisi penuh. Pengisian elektron dalam orbital-orbital memenuhi beberapa peraturan.antara lain:

1) Prinsip Aufbau : elektron-elektron mulai mengisi orbital dengan tingkat energi terendah dan seterusnya.

Orbital yang memenuhi tingkat energi yang paling rendah adalah 1s dilanjutkan dengan 2s, 2p, 3s, 3p, dan seterusnya dan untuk mempermudah dibuat diagram sebagai berikut:

Contoh pengisian elektron-elektron dalam orbital beberapa unsur:

Atom H : mempunyai 1 elektron, konfigurasinya 1s1

Atom C : mempunyai 6 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p2

Atom K : mempunyai 19 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p6 3S2 3p6 4s1.

2) Prinsip Pauli : tidak mungkin di dalam atom terdapat 2 elektron dengan keempat bilangan kuantum yang sama.

Hal ini berarti, bila ada dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth dan magnetik yang sama, maka bilangan kuantum spinnya harus berlawanan.

3) Prinsip Hund : cara pengisian elektron dalam orbital pada suatu sub kulit ialah bahwa elektron-elektron tidak membentuk pasangan elektron sebelum masing-masing orbital terisi dengan sebuah elektron.

Contoh:

Ø Atom C dengan nomor atom 6, berarti memiliki 6 elektron dan cara Pengisian orbitalnya adalah:

Berdasarkan prinsip Hund, maka 1 elektron dari lintasan 2s akan berpindah ke lintasan 2pz, sehingga sekarang ada 4 elektron yang tidak berpasangan. Oleh karena itu agar semua orbitalnya penuh, maka atom karbon berikatan dengan unsur yang dapat memberikan 4 elektron. Sehingga di alam terdapat senyawa CH4 atau CCl4, tetapi tidak terdapat senyawa CCl3 atau CCl5.

 

  1. Struktur Molekul

Molekul didefinisikan sebagai sekelompok atom (paling sedikit dua) yang saling berikatan dengan sangat kuat (kovalen) dalam susunan tertentu dan bermuatan netral serta cukup stabil.

1. Sejarah Molekul

Walaupun keberadaan molekul telah diterima oleh banyak kimiawan sejak awal abad ke-19, terdapat beberapa pertentangan di antara para fisikawan seperti Mach, Boltzmann, Maxwell, dan Gibbs, yang memandang molekul hanyalah sebagai sebuah konsepsi matematis. Karya Perrin pada gerak Brown (1911) dianggap sebagai bukti akhir yang meyakinkan para ilmuwan akan keberadaan molekul.

Definisi molekul pula telah berubah seiring dengan berkembangnya pengetahuan atas struktur molekul. Definisi paling awal mendefinisikan molekul sebagai partikel terkecil bahan-bahan kimia yang masih mempertahankan komposisi dan sifat-sifat kimiawinya. Definisi ini sering kali tidak dapat diterapkan karena banyak bahan materi seperti bebatuan, garam, dan logam tersusun atas jaringan-jaringan atom dan ion yang terikat secara kimiawi dan tidak tersusun atas molekul-molekul diskret.

2. Ukuran Molekul

Kebanyakan molekul sangatlah kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Kekecualian terdapat pada DNA yang dapat mencapai ukuran makroskopis. Molekul terkecil adalah hidrogen diatomik (H2), dengan keseluruhan molekul sekitar dua kali panjang ikatnya (0.74 Å). Satu molekul tunggal biasanya tidak dapat dipantau menggunakan cahaya, namun dapat dideteksi menggunakan mikroskop gaya atom. Molekul dengan ukuran yang sangat besar disebut sebagai makromolekul atau supermolekul. Jari-jari molekul efektif merupakan ukuran molekul yang terpantau dalam larutan.

3. Rumus Molekul

Rumus empiris sebuah senyawa menunjukkan nilai perbandingan paling sederhana unsur-unsur penyusun senyawa tersebut. Sebagai contohnya, air selalu memiliki nilai perbandingan atom hidrogen berbanding oksigen 2:1. Etanol pula selalu memiliki nilai perbandingan antara karbon, hidrogen, dan oksigen 2:6:1. Namun, rumus ini tidak menunjukkan bentuk ataupun susunan atom dalam molekul tersebut. Contohnya, dimetil eter juga memiliki nilai perbandingan yang sama dengan etanol. Molekul dengan jumlah atom penyusun yang sama namun berbeda susunannya disebut sebagai isomer.

Perlu diperhatikan bahwa rumus empiris hanya memberikan nilai perbandingan atom-atom penyusun suatu molekul dan tidak memberikan nilai jumlah atom yang sebenarnya. Rumus molekul menggambarkan jumlah atom penyusun molekul secara tepat. Contohnya, asetilena memiliki rumus molekuler C2H2, namun rumus empirisnya adalah CH.

Massa suatu molekul dapat dihitung dari rumus kimianya. Sering kali massa molekul diekspresikan dalam satuan massa atom yang setara dengan 1/12 massa atom karbon-12.

 

 

 

 

 

 

 

  1. H.    Struktur Lewis

Struktur Lewis adalah diagram yang menunjukkan ikatan-ikatan antar atom dalam suatu molekul. Struktur Lewis digunakan untuk menggambarkan ikatan kovalen dan ikatan kovalen koordinat. Struktur Lewis dikembangkan oleh Gilbert N. Lewis, yang menyatakan bahwa atom-atom bergabung untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil.

Untuk menyusun struktur Lewis dari suatu atom atau unsur, dapat dengan cara menuliskan simbol titik pada sekeliling atom. Setiap titik mewakili satu elektron yang terdapat pada kulit valensi atom tersebut. Elektron yang terlibat dalam ikatan ini hanya elektron-elektron yang terdapat pada kulit terluar dan jumlah total elektron yang terlibat dalam pembentukan ikatan ini tidak mengalami perubahan (merupakan jumlah total elektron valensi dari atom-atom yang berikatan).

Pada umumnya, jumlah elektron pada kulit valensi sama dengan golongan dari suatu atom. Oleh karena itu, jumlah titik pada simbol Lewis sama dengan golongan dari atom tersebut. Namun untuk logam transisi, lantanida, dan aktinida yang mempunyai kulit dalam yang tidak terisi penuh, titik Lewis dari unsur-unsur tersebut tidak dapat dituliskan secara sederhana.

1)    Penggunaan untuk atom-atom yang berikatan

Pada ikatan kovalen tunggal

Ikatan kovalen pada H2

 

Ikatan kovalen pada F2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada ikatan kovalen rangkap dua

Pada ikatan kovalen rangkap dua, ditunjukkan oleh garis rangkap dua (=), yang artinya terdapat dua pasangan elektron ikatan, contohnya pada ikatan rangkap dua pada molekul CO2.

 

Pada ikatan ion

Ikatan ion pada NaCl

Atom Na memberikan 1 elektronnya pada atom Cl, sehingga Na bermuatan positif dan Cl bermuatan negatif. Keduanya telah memenuhi kaidah oktet.

 

Ikatan ion pada MgO

Atom Mg memberikan 2 elektronnya pada atom O, sehingga Mg bermuatan positif 2 dan O bermuatan negatif 2. Keduanya telah memenuhi kaidah oktet.

 

2)    Penggambaran

Langkah – langkah dalam menggambarkan struktur Lewis:

  1. Menghitung valensi atom yang akan dibuat struktur Lewisnya, contoh NH3.

 

  1. Membuat kerangka strukturnya, di mana atom pusatnya biasanya adalah atom pertama dalam rumus kimia molekul tersebut.

 

  1. Menempatkan satu elektron pada sisi di mana terdapat atom lain. Jika terdapat sisa elektron, letakkan elektron-elektron tersebut secara berpasangan.

 

  1. Menulis semua elektron valensi dari atom-atom yang terlibat dengan menggunakan lambang titik (•).

 

  1. Melengkapi bentuk duplet atau oktet dari ikatan atom ke atom pusat.

 

 

 

 

  1. Bila atom pusat masih belum memenuhi kaidah oktet maka dapat digunakan ikatan rangkap agar setiap atom dapat memenuhi oktet.
  2. Jika sudah sesuai, ganti setiap pasangan elektron tersebut dengan garis tunggal (ikatan tunggal). Apabila terdapat dua pasangan elektron, maka ganti dengan garis rangkap dua (ikatan rangkap dua). Jika terdapat 3 pasangan elektron, ganti dengan garis rangkap tiga (ikatan rangkap tiga).

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. A.     Kesimpulan

 

  • Istilah atom bermula dari zaman  Leukipos dan Demokritus yang mengatakan bahwa benda yang paling kecil adalah atom. Atom berasal dari bahasa Yunani yaitu atomos, a artinya tidak dan  tomos artinya dibagi.
  • Partikel penyusun atom antara lain, Elektron, merupakan partikel pembentuk atom yang tidak mempunyai massa dan bermuatan -1. Proton, merupakan partikel pembentuk atom yang mempunyai massa sma dengan satu sma (amu) dan bermuatan +1. Neutron merupakan partikel pembentuk atom yang bermassa satu sma (amu) dan netral.
  • Molekul didefinisikan sebagai sekelompok atom (paling sedikit dua) yang saling berikatan dengan sangat kuat (kovalen) dalam susunan tertentu dan bermuatan netral serta cukup stabil.
  • Struktur Lewis adalah diagram yang menunjukkan ikatan-ikatan antar atom dalam suatu molekul. Struktur Lewis digunakan untuk menggambarkan ikatan kovalen dan ikatan kovalen koordinat. Struktur Lewis dikembangkan oleh Gilbert N. Lewis, yang menyatakan bahwa atom-atom bergabung untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil.

 

  1. B.     Saran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

makalah iman kepada takdir

KATA PENGANTAR

 

 

                Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allsh SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “iman kepada takdir” tidak lupa pula salam dan salawat kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari dunia yang kelam ke dunia yang terang benderang.

                Makalah ini di susun untuk menjadi referensi, serta tugas yang dibuat untuk memenuhi salah satu mata kulia yaitu “kuliah aqidah islam”. dalam penyajian makalah ini penulis berusaha menyajikan materi dengan selengkap mungkin sebisa kemampuan penulis.

                Demikian upaya penyusunan makalah ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam lingkungan sendiri, namun tidak ada salahnya jika makalah ini dibaca oleh siapa saja untuk menambah wawasan pemahaman keagamaannya, khususnya yang terkaid dengan persoalan “iman kepada takdir”.

                Penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas memberikan koreksi dan sumbangan pemikiran yang sifatnya membangun, demi menutupi kekurangan dan kelemahan karya tulis ini.

                 Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT, untuk itu kurang dan lebihnya makalah ini penulis menyampaikan mohon maaf yang sebesarnya.

                                                                                                

 

Makassar, 27 november 2012

 

 

                                                                                                            Penyusun

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni :

  1. Pengertian takdir
  2. Beberapa tingkatan takdir
  3. Manusia dan takdir
  4.  Hikmah mengimani takdir

 

  1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan yakni :

  1. Untuk memahami apa itu iman kepada takdir
  2. Untuk menyelesaikan tugas kelompok dalam mata kuliah aqidah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

  1. Pengertian takdir

 

Secara etimologi, qadha’ adalah bentuk mashdar dari kata kerja qadha’ yang berarti kehendak atau ketetapan hukum Allah atas segala sesuatu. Sedangkan qadar secara terminalogi adalah bentuk mashdar dari kata qadara yang berarti ukuran atau ketentuan Allah terhadap segala sesuatu.

 

             Secara terminalogis ada ulama yang berpendapat bahwa kedua istila tersebut mempunyai pengertian yang sama, namun ada pula yang membedakannya. Yang membedakan, mendefenisikan qadar sebagai “ilmu Allah tentang apa yang akan terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang. Sedangkan kata qadha’ adalah “penciptaan segala sesuatu oleh Allah sesuai dengan ilmu dan iradahnya.

 

              Ulama yang memberikan pengertian yang sama menyatakan bahwa qadha’ qadar adalah “ segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang di tetapkan secara pasti oleh Allah untuk segala yang maujud (ada), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi. Sebagai contoh dapat di baca dalam Qs. Ar-Ra’ad 13:18. Al-Hijr 15:21, Al-Qamar 54:49.

 

  1. Beberapa tingkatan takdir

Paling tidak ada beberapa tingkatan takdir atau qadar, yaitu sebagai berikut :

  1. al-‘Ilmu

               Allah maha mengetahui atas segala sesuatu, mengetahui apa yang talah terjadi dan yang akan terjadi. Tidak satupun yang luput dari ilmu-Nya Allah :

Seperti yang ditulis dalam Qs. Al-Haj (22):70, yang terjemahannya

 

“apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesunggunya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi ?, bahwasanya demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesunggunya yang demikian itu amat mudah bagi”.

 

 

 

 

2.

  1. al-kitabah

                Allah yang mengetahui telah menuliskan segala sesuatu di lauhin mahfudzdan tulisan itu tetap ada sampai dunia kiamat. Apa yang telah, sedang dan akan terjadi telah dituliskan oleh Allah :

Seperti yang dituliskan dalam Qs. Al-Hadid (57):22, yang terjemahannya

 

“tiada suatu bencana yang menimpah di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.

 

  1. al-Masyi’ah

                    mempunyai kehendak atas segala sesuatu baik di langit maupun di bumi. Tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya :

seperti yang ditulis dalam Qs. Al-Takwir (81):28-29, yang terjemehannya

 

“dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bilah dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.

 

  1. al-Khalq

                    segala sesuatu diciptakan oleh-Nya. Dialah maha pencipta dan diluar diri-Nya, semua adalah ciptaan-Nya.

Seperti yang dituliskan dalam Qs. Al-Zumar (39): 62

 

  1. Manusia dan takdir

                     Masalah yang sering muncul adalah : apa manusia tidk punya pilihan dalam melakukan sesuatu, untuk apa manusia berusaha, mengapa tuhan harus mengadili sementara Allah sendiri yang menciptakan kejhatan, kenapa orang yang tidak mendapat petunjuk disiksa di neraka ??

 

                     Pemahaman diatas muncul akibat pemahaman parsial terhadap islam dan memahami takdir terlepas dari konteks keseluruhan ajaran islam.

 

                     Seharusnya diyakini bahwa Allah maha mengetahui, menghendaki, menentukan segalanya itu harus diikuti dengan keyakinan bahwa Allah juga maha bijak, adil, pengasih, dan penyayang dan seterusnya.

 

 

 

 

 

 

3

  1. Hikmah mengimani takdir

                     Seorang muslim wajib mengimani takdir (al-Qadru Khairuhu wa Syarruhu). Memahami takdir harus secara benar, karena keliru memahami takdir akan melahirkan sikap yang salah pula dalam menjalani kehidupan dunia. Ada beberapa hikmah :

  1. Melahirkan kesadaran bahwa segala sesuatu berjalan sesuai ketentuan yang pasti dari Allah.
  2. Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
  3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada yang memiliki kekuasaan dan kehen dak mutlak di samping bijak, adil, dan kasih sayang-Nya.
  4. Menanamkan sikap tawakkal dalam diri karena menyadari bahwa manusia hanya berusaha dan berdo’a sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah.
  5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

BAB III

PENUTUP

 

 

  1. Kimpulan

–          qadha’ adalah bentuk mashdar dari kata kerja qadha’ yang berarti kehendak atau ketetapan hukum Allah atas segala sesuatu

–          qadar secara terminalogi adalah bentuk mashdar dari kata qadara yang berarti ukuran atau ketentuan Allah terhadap segala sesuatu.

–          Beberapa tingkatan takdir :

  • al-‘Ilmu
  • al-kitabah
  • al-Masyi’ah
  • al-Khalq

–          Hikmah mengimani takdir

  • Melahirkan kesadaran bahwa segala sesuatu berjalan sesuai ketentuan yang pasti dari Allah.
  • Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
  • Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada yang memiliki kekuasaan dan kehen dak mutlak di samping bijak, adil, dan kasih sayang-Nya.
  • Menanamkan sikap tawakkal dalam diri karena menyadari bahwa manusia hanya berusaha dan berdo’a sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah.
  • Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah.

 

  1. Saran

 

Kepada maha siswa agar lebih giat lagi mempelajari ilmu aqidah terutama iman kepada takdir

 

 

 

 

 

 

 

 

5

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

Dr. H. Nukman, M.A dan Dra. Hj. Mihrah Syukur, M.A, Aqidah islam, universitas muslim indonesia, makassar, 2011.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

  1. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………. 1
  2. TUJUAN PENULISAN…………………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN TAKDIR…………………………………………………………………………. 2
  2. BEBERAPA TINGKATAN TAKDIR………………………………………………………. 2
  3. MANUSIA DAN TAKDIR……………………………………………………………………… 3
  4. HIKMAH MENGIMANI TAKDIR………………………………………………………….. 4

BAB III PENUTUP

  1. KESIMPULAN………………………………………………………………………………………. 5
  2. SARAN………………………………………………………………………………………………….. 5

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

 

MAKALAH

IMAN KEPADA TAKDIR

 

OLEH KELOMPOK 7

NAMA       :  Alfiana P gonibala                       150 2012 0273 

                        Wirna wati                                  150 2012 0282 

Nurjahia                                      150 2012 0579

Rafika pratiwi                             150 2012 0581

Rr retno wahda pratiwi               150 2012 0279

Komala sari                                 150 2012 0277

Moh. Ardhan                               150 2012 0232

Widya winata                              150 2012 0280

KELAS      :  W3

 

 

 

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2012

 

laporan farfis bobot jenis dan kerapatan

BAB I

PENDAHULUAN

1)   LATAR BELAKANG

  Kerapatan (ρ) adalah massa persatuan volume pada termperatur dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik ( g/cm³ = g/ml) dan dalam satuan SI kilogram per meter kubik (kg/m³).

       Berat jenis adalah perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air yang ditentukan pada temperature yang sama. Berat jenis merupakan bilangan murni tanpa dimensi yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok.

       Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering di definisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama pada suhu 4°. Notasi yang sering dilakukan dalam pembacaan berat jenis 25°/25°, 25°/4°, dan 4°/4°. Angka yang pertama menunjukkan temperature udara dimana zat ditimbang dan angka dibawah garis miring menunjukan temperature air yang dipakai. Berat jenis merupakan suatu karakteristik bahan yang penting dan sering digunakan dalam pengujian identitas dan kemurnian bahan obat .       

            dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan berat jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan berat zat di udara pada suhu 250 terhadap berat air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, berat jenis adalah perbandingan berat zat di udara pada suhu yang ditetapkan terhadap berat air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan berat jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air  yang tetap pada suhu 250C

 

2)   TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dalam melakukan praktikum bobot jenis dan kerapatan yakni :

  • Untuk menentukan bobot jenis beberapa zat cair yakni, minyak goreng, alkohol, gliserin dan sirup sunquick.
  • Untuk menentukan kerapatan bulk, kerapatan mampat, dan kerapatan sejati dari asam borat

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

1)   DASAR TEORI

            Specific gravity (bobot jenis) adalah rasio bobot zat baku yang  volumenya sama pada suhu yang  sama dan dinyatak dalam  desimal. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku, misalnya air yang merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dealam farmasi dan dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin adalah 1,25, artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot volume air yang setara, dan bobot jenis alcohol adalah 0,81, artinya bobot alcohol 0,81 kali bobot volume air yang setara.

            Bobot jenis suatu  zat dapat dihitung dengan mengetahui bobot dan volumenya, melalui persamaan :

 Bobot jenis (BJ) =  

(Ansel.H.C, 2004)

             Berat jenis adalah bilangan murni tanpan dimensi yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama jika tidak dengan cara lain yang khusus. (Martin, 1990)

            Berat jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain.                  (Martin, 1990)

            Ahli farmasi seringkali mempergunakan besaran pengukuran ini apabila mengadakan perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah massa per satuan volume pada temperature dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam system cgs dalam gram  per sentimeter kubik (g/cm3)         (Martin, 1990)

            Atau, kerapatan adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya, satu milliliter raksa berbobot 13,6 g, dengan demikian kerapatannya adalah 13,6 g/mL. jika kerapatan dinyatakan sebagai satuan bobot dan volume, maka bobot jenis merupakan bilangan abstrak. (Ansel.H.C, 2004)

            British standard 2955 (1958) mendefenisikan tiga istila yang berlaku untuk partikel itu sendiri. Partikel kepadatan massa partikel dibagi dengan volumenya. Istila yang berbeda muncul dari cara dimana volume didefenisikan

  1. Kerapatan partikel sejati adalah ketika volume diukur tidak termasuk baik terbuka dan tertutup pori-pori dan merupakan property fundamental dari suatu material.
  2. Kerapatan partikel jelas adalah ketika volume diukur meliputi intrapartikel pori-pori
  3. Kerapatan partikel yang efektif adalah volume dilihat oleh fluida bergerak melewati partikel. Itu sangat penting dalam proses seperti sedimentasi atau fluidization tetapi jarang digunakan dalam bentuk sediaan padat

(Gibson, 2004)

            Perbandingan antara massa (berat) dengan volume diketahui sebagai kerapatan bahan. Didasarkan atas perbandingan-perbandingan berikut, untuk serbuk bahan padat dapat dinyatakan tiga kerapatan yang berbeda.

 = ρt (kerapatan sebenarnya)               = ρg (kerapatan granuler)

 = ρb (kerapatan bulk)

Dimana M adalah massa sampel. Membandingkan kerapatan ρ dari satu sampel pada kondisi tes yang spesifik dengan kerapatan sebenarnya (kadang-kadang disebut kerapata teoritis) dari bahan.  (Lachman, L. 1986)

            Tipe-tipe ruang-ruang udara atau rongga dapat dibedakan :

  1. Rongga intrapartikel yang terbuka-rongga-rongga terdapat didalam partikel tunggal, tetapi terbuka pada lingkungan luar.
  2. Rongga intrapartikel yang tertutup-rongga-rongga terdapat didalam partikel tunggal, tetapi tertutup dari lingkungan luar.
  3. Rongga antarpartikel-ruang-ruang udara antara dua partikel individu. (Lachman, L. 1986)

            Pemampatan serbuk adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi dimana bahan-bahan dihadapkan pada suatu tingkat dari gaya mekanik. Pada industry farmasi, efek dari gaya semacam  itu sangat perlu didalam pengolahan tablet dan granul, dalam pengisian cangkang kapsul gelatin, dan penanganan serbuk secara umum. (Lachman, L. 1986)

            Porositas bubuk didefenisikan sebagai proposi dari tempat tidur bubuk atau kompak yang ditempati oleh pori-pori dan merupakan ukuran efisiensi kemasan bubuk. (Gibson, 2004)

            Penerapan dalam farmasi. Bobot jenis adalah faktor yang memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan sebaliknya. Bobot jenis juga digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan dalam b/b, b/v, dan v/v .                             (Ansel,H.C. 2004)

 

2)   URAIAN BAHAN

  1. Asam borat (Ditjen Pom, 1979)

Nama resmi         : ACIDUM BORICUM

Nam lain              : asam borat

Rumus struktur  :

RM/BM/BJ           : H3BO3/61,83/ 1,435

Kerapatan           : 1,435 gr/ml

Pemerian             : hablur, serbuk hablur putih atau sisik

                                Mengkilap tidak berwarna; kasar; tidak

                                Berbau; rasa agak Asam dan pahit kemudian

                                Manis.

Kelarutan                        : larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air

                                Mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%) p

                                Dan dalam 5 bagian gliserol p.

Penyimpanan     : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan           : antiseptikum ekstern

 

  1. Parafin cair (Ditjen pom, 1979)

Nama resmi         : PARAFFINUM LIQUIDUM

Nama lain            : paraffin cair

RM/BM/BJ              : C3H8O3/ 92,09/ Bobot per ml 0,870 g sampai  0,890 g.

Pemerian             : cairan kental, transparan, tidak berfluorensasi;

                                Tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir

                                Tidak mempunyai rasa.

Kelarutan                        : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol

                                (95%) p; larut dalam kloroform p; dan dalam

                                Eter p

Penyimpanan     : dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari

                                 cahaya

Kegunaan           : laksativum

  1. Gliserin (Ditjen Pom, 1979)

Nama resmi         : GLYCEROLUM

Nama lain            : gliserin

Rumus struktur  : CH2OH-CHOH-CH2OH

RM/BM/BJ           : C3H8O3/92,10/ 1,25

Pemerian             :  caiaran seperti sirop; jernih, tidak berwarna

                                 Tidak berbau; manis diikuti rasa hangat,

   Higriskopik, jika disimpan beberapa lama          

   Pada suhu rendah dapat memadat   

   Membentuk massa hablur tidak berwarna

    yang tidak melebur hingga   suhu mencapai

   lebih kurang 20o                          

kelarutan             :  dapat campur dengan air, dan dengan etanol

                                 (95%) p; praktis tidak larut dalam kloroform p,

                                 Dalam eter p, dan dalam minyak kelapa

Penyimpanan     :  dalam wadah tertutup baik

Kegunaan           :   zat tambahan

 

  1. Alkohol (Ditjen Pom, 1979)

Nama resmi         : AETHANOLUM

Nama lain            : alkohol/etanol

 

 

                             H H

Rumus struktur  : H-C-C-O-H

                                                   H H

RM/BM/BJ           : C2H6O/46,00

Pemerian           : cair tak berwarna, jernih, mudah menguap,           dan  Mudah bergerak; bau  khas; rasa panas, mudah Terbakar dengan memberikan nyala biru yang  Tidak berasap.     

Kelarutan           : sangat mudah larut dalam air, dalam

                              Kloroform p dan dalam eter p

Penyimpanan   : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

                              Cahaya; di tempat sejuk; jauh dari nyala api

Kegunaan         : zat tambahan

 

  1. Minyak kelapa (Ditjen Pom, 1979)

Nama resmi         : OLEUM COCOS

Nama lain            : minyak kelapa

RM/BM/BJ           :-/-/ 0,845 sampai 0,905 g/ml

Pemerian             : cairan jernih; tidak berwarna atau kuning

                                Pucat; bau khas tidak tengik

Kelarutan                        : larut dalam 2 bagian etanol (95%) p pada

                                Pada suhu 60o;Sangat mudah larut

                                dalam suhu lebur 230-26o

Penyimpanan     : dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari

                                Cahaya  Di tempat sejuk

Kegunaan           : zat tambahan

 

  1. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)

Nama resmi         : AQUA DESTILLATA

Nama lain            : Air suling

Rumus struktur  : H-O-H

RM / BM  /BJ      : H2O / 18,02/1,00

Pemerian             : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;

                              Tidak mempunyai rasa

Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan            : Sebagai pelarut

  1. Sirup sunquick

Komposisi  :

Gula, konsentrat jeruk, pengaturan keasaman asam sitrat, pemantap (natrium alginat dan pectin), vitamin c, pengawet (natrium benzoate dan natrium sulfit), pewarna (beta karoten CI No. 75130)

Informasi Nilai Gizi

Takaran Saji : 17 ml

Jumlah Sajian Per Kemasan : 20

Jumlah Per Sajian

Energi Total 45 kkal                                     Energi Dari Lemak 0 kkal

                                                                                                                                        %AKG*

Lemak  Total                                                0   g                                                            0 %

Protein                                                         0   g                                                            0 %

Karbohidrat Total                                      11  g                                                           4 %

Gula                                                              4   g                                                              –

Natrium                                                       10 g                                                            0 %

 

 

3)    PROSEDUR KERJA

 

  1. Menentukan kerapatan bulk
  • Timbang asam borat sebanyak 10 g, kemudian masukkan kedalam gelas ukur 50 ml.
  • Ukur volume zat padat
  • Hitung kerapatan bulk menggunakan persamaan

 

 

 

 

  1. Menentukan kerapatan mampat
  • Timbang zat padat sebanyak 10 gram
  • Masukkan kedalam gelas ukur
  • Ketuk sebanyak 100 kali ketukan
  • Ukur volume yang terbentuk
  • Hitung kerapatan mampat dengan persamaan

 

           

  1. Menentukan kerapatan sejati
  • Timbang piknometeryang bersih dan kering bersama tutupnya (W1)
  • Isi piknometer dengan zat padat kira-kira mengisi 2/3 bagian volumenya. Timbang piknometer berisi zat padat beserta tutupnya (W3)
  • Isikan paraffin cair perlahan-lahan kedalam  piknometer berisi zat padat, kocok-kocok, dan isi sampai penuh sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya
  • Timbang piknometer berisi zat padat dan paraffin cair tersebut beserta tutupnya (W4)
  • Bersikan piknometer dan isi penuh dengan paraffin cair hingga tidak ada gelembung di dalamnya
  • Timbang piknometer berisi penuh paraffin cair dan tutup nya (W2)
  • Hitung kerapatan zat menggunakan persamaan

         

 

  1. Menentukan bobot jenis cairan
  • Gunakan piknometer bersih dan kering
  • Timbang piknometer kosong (W1), lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (W2)
  • Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pengukuran air suling, dan timbang (W3)
  • Hitung bobot jenis cairan menggunakan persamaan

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

CARA KERJA

 

1)    ALAT DAN BAHAN

            Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, piknometer 25 ml, gelas ukur 50 ml, pipet tetes, gelas kimia, cawan porselin, hairdrayer, dan timbangan.

 

            Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan bobot jenis dan kerapatan adalah, asam borat 10 gram, paraffin cair, air suling, sirup sunquick, gliserin, alcohol 70% dan minyak kelapa.

 

2)    LANGKAH PERCOBAAN

  1. Menentukan kerapatan bulk

                 Pertama-tama ditimbang asam borat sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur 50 ml. kemudian diukur volum zat padat, kemudian dihitung kerapatan bulknya.

 

  1. Menentukan kerapatan mampat

                 Pertama-tama ditimbang zat padat (asam borat) sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur  50 ml, dandi ketuk-ketuk gelas kimia diatas lap kasar sebanyak 100 kali ketukan, kemudian diukur volume yang terbentuk dan dihitung kerapatan mampatnya

 

  1.  Menentukan kerapatan sejati

                 Pertama-tama ditimbang piknometer yang bersih dan kering bersama tutupnya, kemudian isi piknometer dengan zat padat kira-kira mengisi 2/3 bagian volumenya. Kemudian ditimbang piknometer berisi zat padat beserta tutupnya. diIsikan paraffin cair perlahan-lahan ke dalam piknometer berisi zat padat, di kocok-kocok, dan didisi sampai penuh sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya. Ditimbang piknometer berisi zat padat dan paraffin cair tersebut beserta tutupnya. Kemudian dibersihkan piknometer dan diisi penuh dengan paraffin cair hingga tidak ada gelembung didalamnya, kemudian ditimbang piknometer berisi penuh paraffin cair dan tutupnya, kemudian hitung kerapatan zatnya.

 

  1. Menentukan bobot jenis cairan

                 Digunakan piknometer yang bersih dan kering, kemudian ditimbang piknometer kosong , lalu di isi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai kering dan ditimbang, kemudian dibuang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu diisi dengan cairan yang akan di ukur (minyak kelapa, gliserin, alkohol dan sirup sunquick) bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pengukuran air suling, dan ditimbang, kemudian dihitung bobot jenis cairannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1)    HASIL DAN PERHITUNGAN

  1. Kerapatan Bulk

Bobot zat(g)

10 g

Volume bulk (mL)

12 Ml

Kerapatan Bulk (g/mL)

0,83 g/ml

 

Perhitungan ;

Kerapatn bulk   =  

                        =  

                         = 0,83 gr/ml

 

  1. Kerapatan Mampat

Bobot zat (g)

10 g

Volume mampat(mL)

11 mL

Kerapatan mampat (g/mL)

O,90 g/mL

 

 

 

Perhitungan :

Kerapatan mampat   =  

                              =  

                                                = 0,90 gr/ml

  1. Kerapatan sejati

Bobot piknometer kosong (g)

22,51735

Bobot pikno + zat cair (g)

43,26155

Bobot pikno + zat padat (g)

36,20685

Bobot jenis zat padat + cair (g/mL)

48,506

 

 

                      Perhitungan :

Ppadatan   =

                                =

                                 =

                                  =

                                     = 1,583507325001 gram

d.    Bobot jenis zat cair

  1. Minyak kelapa

Bobot piknometer kosong (g)

23,4433

Bobot pikno + air (g)

48,21465

Bobot pikno + zat cair (g)

45,9080

Bobot jenis zat cair (g/mL)

0,9068

 

Perhitungan :

Dt     =  

                  =

                  =

                    = 0,906882345 gram

 

  1. Alkohol

Bobot piknometer kosong (g)

11,1233

Bobot pikno + air (g)

36,9235

Bobot pikno + zat cair (g)

35,6304

Bobot jenis zat cair (g/mL)

0,94

 

Perhitungan :

Dt     = 

                    =

                     =

                     = 1,104917791335 gram

 

  1. Gliserin

Bobot piknometer kosong (g)

28,244945

Bobot pikno + air (g)

52,37315

Bobot pikno + zat cair (g)

58,4958

Bobot jenis zat cair (g/mL)

1,25

 

Perhitungan :

Dt   =

                    =

                    = 

                    = 1,25325489 gram

  1. Sirup sunquick

Bobot piknometer kosong (g)

15,5895

Bobot pikno + air (g)

41,1685

Bobot pikno + zat cair (g)

49,024

Bobot jenis zat cair (g/mL)

1,30

 

Perhitungan :

Dt   =

                    =

                    =

                     = 1,307242824 gram

 

 

 

 

 

 

 

  1. PEMBAHASAN

 

            Specific gravity (bobot jenis) adalah rasio bobot zat baku yang  volumenya sama pada suhu yang  sama dan dinyatak dalam  desimal. Sedangkan Atau, kerapatan adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume

            Bobot jenis dan kerapatan jenis suatu zat cairan digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa yang digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa.

            Dalam percobaan bobot jenis dan kerapatan dilakukan empat percobaan yakni percobaan menentukan kerapatan bulk, menentukan kerapatan mampat, menentukan kerapatan sejati, dan menentukan bobot jenis zat cait, zat cair yang diperoleh oleh kelompok adalah sirup sunquick

            Pada percobaan menentukan kerapatan bulk digunakan asam borat sebanyak 50ml yang di ukur dalam gelas ukur dan diperoleh hasil yakni volume bulknya 12ml, berat sampel 10gr, hingga diperoleh kerapatan bulknya 0,83 gr/ml, setelah melakukan percobaan bulk kemudian dilanjutkan dengan melakukan percobaan menentukan kerapatan mampat, asam borat yang terdapat dalam gelas ukur dalam percobaan menentukan volume bulk akan dimampatkan dengan cara diketuk-ketuk sebanyak 100 kali hingga asam borat dalam gelas ukur menjadi mampat dan diperoleh volume mampatnya 11ml, berat sampel 10 gram dan diperoleh kerapatan mampatnya 0,90gr/ml. kemudian dilakukan percobaan menentukan kerapatan sejati hal pertama yang dilakukan adalah pikno yang bersih dan kering ditimbang dan diperoleh W1=22,51735, kemudian piknometer diisi dengan asam borat dari gelas ukur tadi kira-kira 2/3 bagian, kemudian ditimbang dan diperoleh W3=36,20685, piknometer yang berisi asam borat ditambahkan dengan parafin cair sampai penuh dan tidak ada gelembung, dan ditimbang dan diperoleh W4=48,506, kemudian piknometer di bersihkan dan diisi lagi dengan parafin cair kemudian ditimbang dan diperoleh W2=43,26155 kemudia dilakukan perhitungan dan diperoleh hasil 1,621008757

            Dari data yang diperoleh untuk menentukan kerapatan bulk, kerapatan mampat, dan kerapatan sejati diperoleh data yakni, kerapatan bulk sebesar 0,83 gram,kerapatan mampat 0,90 gram dan kerapatan sejati sebesar 1,583507325001 gram. menurut literatur densitas atau kerapatan dari asam borat yakni 1,44 g/cm3 artinya pada kerapatan bulk hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literature, begitupun dengan kerapatan mampat dan kerapatan sejati, ketidak sesuaian ini mungkin dikarenakan beberapa kesalahan dalam melakukan percobaan misalnya:Kesalahan penimbangan, cara penutupan piknometer yang salah, pengaruh perubahan suhu yang terlalu cepat, piknometer belum benar-benar kering dan bersih, volume air yang di masukkan ke dalam piknometer tidak tepat, kebersihan, dan sampel yang terkontaminasi.

 

            Pada percobaan bobot jenis zat cair dengan sampel sirup sunquick pertama tama timbang piknometer bersih dan kering diperoleh W1= 15,5895, kemudian diisi dengan air suling dan bagian luarnya dilap dan ditimbang di peroleh W2= 41,16585, kemudian bersihkan piknometer dan keringkan kemudian isi dengan sirup sunquick  dan ditimbang diperoleh W3=49,024, kemudian dilakukan perhitungan dan diperoleh bobot jenis sirup sunquick adalah 1,307242824

            Dari data yang diperoleh untuk menentuka bobot jenis sirup sunquick diperoleh data yakni, bobot jenis sirup sunquick adalah 1,307242824, menurut literatur

            Dalam percobaan menentukan kerapatan mampat dilakukan pengetukan sebanyak 100 kali, hal ini dilakukan untuk memampatkan asam borat dari volume bulk 12 ml menjadi volume mampat 11 ml, dan pada saat menentukan karapatan sejati digunakan parafin cair hal ini  karena untuk mempermudah partikel Asam Borat melekat pada paraffin cair sehingga menghilangkan pori – pori intra partikel dan antar partikel dan menjadikan Asam Borat menjadi kerapatan sejati. Sedangkan alasan tidak boleh adanya gelembung pada saat memasukan paraffin cair ke dalam piknometer adalah untuk tetap menjaga berat sesungguhnya dari paraffin cair dan piknometer yang ditimbang, sedangkan alasan dari piknometer kenapa harus dipegang dengan menggunakan tisu karena apabila piknometer dipegang hanya menggunakan tangan kosong maka sel-sel kulit mati ataupun debu yang ada pada tangan akan melekat pada piknometer sehingga mempengaruhi berat dari piknometer kosong tersebut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

1)    KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan bobot jenis dan kerapatan yakni:

  1. Kerapatan bulk asam borat yakni 0.83 gr/ml
  2. Kerapatan mampat asam borat 0.90 gr/ml
  3. Kerapatan sejati asam borat yakni 1,621008757
  4. Bobot jenis sirup sunquick adalah 1,307242824

 

2)    SARAN

Sebaiknya asisten selalu memperhatikan praktikannya dalam melakukan percobaan agar dapat memperoleh hasil yang sesuai

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Martin, A, dkk. 1990. FARMASI FISIK dasar-dasar kimia fisik dalam ilmu farmasi 1.edisi ketiga.ui-press.jakarta

C.ansel,H. dkk, 2004. KALKULASI FARMASETIK paduan untuk apoteker.EGC. Jakarta.

Lachman, leon, dkk. 2007. Teori dan Praktek Kimia Industri.UI-Pres.jakarta

Ditjen pom, 1979. Farmakope Indonesia edisi ke tiga.jakarta

Gibson, M. 2004. Pharmaceutical preformulation and formulation. CRC press. USA.